TEMPO.CO, Jakarta--Tingkat kebocoran air bersih atau Non Revenue Water (NRW) wilayah Jakarta masih mengkhawatirkan saat ini, dari dua operator utama di wilayah DKI saat ini Palyja dan Aetra, total kebocoran air mencapai 41.4 persen, perinciannya Aetra menyumbang 45, 07 persen dan Palyja 37,9 persen.
Corporate Communication Manager Aetra, Rika Anjulika mengatakan kebocoran air paling banyak disebabkan kebocoran pipa, selain itu saat ini masih marak terjadi pencurian yang dilakukan masyarakat. "Belum lagi terkadang air baku kita drop akibat banjir di kali bekasi," ujarnya, Jumat, 22 Maret 2013.
Untuk menekan itu, lembaganya terus memfokuskan perbaikan kebocoran. Salah satunya dengan menyuntikan sejumlah investasi untuk melakukan perbaikan sejumlah pipa yang dideteksi mengalami kerusakan. "Soal angkanya (investasinya) saya belum mengetahui," ujarnya.
Rika mencatat dalam dua tahun terakhir angka kebocoran terus mengalami penurunan, dimulai 49,66 persen pada 2010, kemudian turun 45,71 pada 2011 dan turun tipis tahun lalu diangka 45.07. "Tahun ini kami menargetkan presentase penurunan di angka 38 persen," kata dia.
Sementara itu, angka kebocoran Palyja, sedikit lebih baik dibanding Aetra. Berdasarkan data kebocoran 2012, perusahaan asal Perancis ini mencatatkan kebocoran hanya 37,9 persen.
"Tahun ini kita targetkan di angka 36,5 sampai 36,9 atau turun satu persen dari tahun lalu, ujar Corporate Communications and Social Responsibilities Head of Palyja, Meyritha Maryanie. Untuk menekan itu, lembaganya terus menggencarkan perbaikan pipa tua di sejumlah titik.
Bukan hanya itu, Palyja pun mulai menerapkan teknologi pendeteksi kebocoran menggunakan helium serta G7 dengan memasukan kamera ke dalam saluran pipa untuk mendeteksi kebocoran. "Upaya itu sangat efektif mengetahui kebocoran," kata dia.
Meyritha mengakui hingga kini kebutuhan air baku Jakarta masih jauh dari cukup. Berdasarkan kebutuhan air yang tercatat di PAM Jaya, wilayah ibu kota membutuhkan air baku sekitar 21 ribu per detik, sementara pasokan saat ini hanya mampu menghasilkan air 17 ribu per detik atau defisit air bersih sebesar 4 ribu per detik.
Perinciannya, sekitar 80 persen air baku Jakarta berasal dari waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, 17 persen berasal dari sungai Cisadane, Tangerang sementara sisanya sebesar 3 persen berasal dari Jakartan terdiri dari 400 liter per detik di sungai Krukut, dan 120 liter per detik di Cengkareng Drain ujung dari pasanggrahan. "Kalau air Jakarta hanya itu," kata dia.
Sementara berdasarkan data Pusat Kajian Sumber Daya Air Indonesia wilayah DKI sedikitnya membutuhkan air bersih 26.938 liter per detik, namun yang tersedia saat ini 17.800 liter per detik berasal dari produksi air 15 ribu per detik dan air curah olahan 2800 liter per detik, sehingga defisit air mencapai 9.183 liter per detik.
Angka ini diprediksi bakal terus meningkat 10 tahun mendatang, dengan asumsi penduduk mencapai 13,4 juta jiwa pada 2020, defisit air diperkirakan mencapai 19 ribu liter per detik.
JAYADI SUPRIADIN
Berita Lainnya:
Pembongkaran Gereja Bekasi Dinilai 'Over Acting'
Kolam Ikan Djoko Susilo Dijarah Warga
Total Enam Pengungsi Rokatenda Tewas
Ini 5 Tuntutan Pengunjuk Rasa 25 Maret
Topik Terhangat:
Krisis Bawang || Hercules Rozario || Harta Djoko Susilo || Nasib Anas