Setelah berolahraga dan sarapan, residen itu melakukan kerja bakti dengan membersihkan asramanya yang berlantai tiga itu. "Karena di sini tidak ada OB, jadi mereka sendiri yang membersihkannya," ujarnya. Di setiap lantai asrama itu juga dilengkapi dengan ruang ibadah untuk umat muslim dan non muslim. "Ada ruang kebaktian untuk nasrani, dan vihara. Mereka juga diberikan ruang untuk merokok, karena di dalam tidak boleh merokok," ujar Eri.
Jam menunjukan pukul 12.00, kotak makan sudah tersaji di ruang makan masing-masing lantai, untuk disantap para residen. Sayangnya, Tempo tidak diizinkan mewawancarai salah satu residen, karena alasan belum ada izin keluarga. Seusai makan siang, para residen itu melakukan ibadah sesuai agamannya dan beristirahan sebentar sebelum mengikuti seminar. "Seminar ini diberikan oleh psikolog, dokter, dan ahli gizi, setiap minggunya berbeda. Mereka juga dapat konsultasi langsung dengan psikolog," kata Eri.
Saat Tempo berjalan menaiki tangga ke lantai dua dan tiga gedung asrama yang menjadi rumah atau tempat tinggal pecandu, banyak tulisan-tulisan yang diukir diatas kanfas untuk memotivasi mereka pulih dan bangkit dari narkoba. "Ini hasil karya mereka semua, kami hanya memfasilitasi. Di satu lantai ada dua ruangan (kamar) yang diisi oleh masing-masing 40-48 residen," ujarnya.
Eri yang penah menjadi pecandu dari 1994 hingga 2002 ini mampu meninggalkan narkoba dan hidup sehat. Pengalaman ini ia tularkan kepada residen yang direhab di Balai Besar Rehabilitasi BNN. "Ya saya saja bisa, mereka juga pasti bisa. Yang terpenting tidak emosi menghadapi mereka, butuh kesabaran," ujar Eri.
AFRILIA SURYANIS
Terhangat:
Edsus Lekra | Senjata Penembak Polisi | Mobil Murah
Baca juga:
Jusuf Kalla Dukung Lurah Susan
Soal Lurah Susan, Sikap DPRD DKI Terbelah
Buya Syafi'i Ma'arif: Beri Kesempatan Lurah Susan
Pengamat: Lurah Susan, 'Stay Cool' Saja