Sejauh ini, kata dia, Master telah membantu suksesnya program kota layak anak. Bahkan, Master telah banyak berkontribusi bagi Depok selama 15 tahun berdiri. Sekitar 800 anak lulus dari sekolah ini. "Anggap saja musalah CSR PT yang dihibahkan ke kami. Kami hanya minta itu. Jangan bongkar musalanya," ucap dua.
Sebanyak 2.500 siswa dari TK, SD, SMP dan SMA sekolah di Master. Mereka sekolah tanpa dipungut biaya. Ada lima kluster yang sekolah di Master, yakni anak jalanan, keburuhan khusus, terlantar, berhadapan hukum dan kaum duafa. "10 persennya yang sekolah memang anak jalanan sekitar 250-300 siswa," ucapnya.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Depok Hafid Nasir mengatakan pembangunan Terminal Terpadu memang berimbas pada lembaga pendidikan Master, yang sudah lama berdiri. Lahan seluas 2.000 meter dari total 6.000 harus dibongkkar. "Kami akan bicarakan ke pengembang dan bagian aset Depok, untuk memfasilitasi pembangunan ini," ujarnya.
Menurutnya, dari pembicaraan tahun lalu memang sudah ditetapkan batas pembangunan Terminal Terpadu, salah satu batasnya yakni saluran air dan musala. Yang menjadi permasalahan pihak Master masih ingin mempertahankan musala itu, agar tidak dibongkar. Master meminta Pemkot menghibahkan lahan musala itu, karena masih digunakan untuk proses belajar mengajar. "Belum ada kesepakatan untuk musala ini," ucapnya.