TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mendukung rencana Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Negara (BPN) Sofyan Djalil melakukan percepatan program nasional dari segi pencatatan aset.
Untuk mendukung rencana itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menghapus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi mereka yang memiliki aset dengan nilai di bawah Rp 2 miliar.
Ahok mengatakan hendak mengoptimalkan fungsi kelurahan untuk mencatat lahan-lahan mana saja yang tidak bersertifikat. Data tersebut dicocokkan dengan yang dipegang Badan Pertanahan Negara. Dengan penghapusan BPHTB, Ahok yakin warga Jakarta berbondong-bondong mengajukan sertifikat.
"Jadi nanti, per kelurahan, kalau tidak telantar, saya yakin orang-orang akan berbondong-bondong membuat sertifikat. Di DKI, lebih dari 20 persen tanah belum bersertifikat," kata Ahok di gedung Kementerian ATR/BPN, Kamis, 11Agustus 2016.
Menurut Ahok, sistem tarif yang digunakan untuk BPHTB sangat memberatkan warga Jakarta yang ingin membuat sertifikat kepemilikan lahan. Ia menghitung, jika rata-rata warga Jakarta berpenghasilan sesuai dengan upah minimum regional (UMR), pembayaran untuk pembuatan sertifikat pun terasa berat.
Perhitungannya, 5 persen dikalikan nilai aset. Jika lahan yang mereka miliki nilainya Rp 1 miliar, BPHTB yang dikeluarkan sekurang-kurangnya Rp 50 juta. "Enggak sanggup mereka dapatkan sertifikat. Itulah kenapa rakyat mengeluh buat sertifikat mahal, seolah-olah ada oknum, padahal BPHTB-nya yang mahal," tutur Ahok.
Dengan penghapusan BPHTB, Ahok yakin orang-orang yang bergaji standar UMR akan mampu menyisihkan uang untuk membayar membuat sertifikat. Setiap warga hanya diwajibkan membayar Rp 292.665, kemudian dibulatkan jadi Rp 300 ribu.
"Kalau tidak mampu, dia bisa menunggak dulu, enggak bayar. Tapi kalau mau dia jual baru, harus bayar," ucap Ahok.
Dengan begitu, Ahok yakin target BPN agar seluruh lahan di Jakarta bersertifikat tercapai. Nantinya, setiap persil tanah bersertifikat. Cara tersebut bisa digunakan untuk menghindari sengketa dan mafia tanah. "Datanya dapat kami gabungkan. Ini kan fungsi tata ruang sehingga peta BPN dan kami sama," tuturnya.
LARISSA HUDA