TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal Arman Depari mengatakan ada perubahan jenis narkoba yang masuk ke Indonesia dalam beberapa waktu terakhir. Saat ini narkoba yang banyak beredar adalah psikotropika aktif, seperti sabu-sabu dan ekstasi. "Awalnya heroin atau psikotropika alami, namun sekarang beralih ke psikotropika aktif," ujar Arman di Polda Metro Jaya, Kamis, 20 Juli 2017.
Baca: Modus Baru, Pengedar Narkoba Gunakan Brosur Klinik Kecantikan
Arman mengatakan heroin berasal dari segitiga emas di Asia Tenggara. Segitiga emas ini merujuk pada kawasan di bagian utara Asia Tenggara yang meliputi Burma, utara Laos, dan bagian utara Thailand.
Sedangkan saat ini, kata Arman, pasar narkoba di Indonesia lebih banyak dimasuki sabu-sabu yang berasal dari sekitaran Sungai Mekong, yang berhulu di Cina. "Mekong itu melintasi banyak negara. Mereka beroperasi di sekitar sungai dan menggunakan alur sungai sebagai jalur transportasi," kata Arman.
Tangkapan 1 ton narkoba di Anyer adalah contohnya. Arman mengatakan sabu itu berasal dari jaringan di Sungai Mekong. Kapal Wanderlust yang membawa narkoba sempat singgah di perairan Myanmar untuk mengambil narkoba sebelum masuk ke Indonesia lewat jalur pantai barat Sumatera.
Baca: Tito Karnavian Ungkap Rute Penyelundupan Narkoba 1 Ton
Kapal itu melintas di Selat Malaka untuk mencapai perairan Myanmar dari Taiwan. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan wilayah pantai timur Sumatera memang rawan akan penyelundupan.
Di sana, kata Budi, banyak pelabuhan tikus. "Pantai timur Sumatera inilah yang kemudian kami anggap risikonya relatif lebih tinggi,” tutur Heru. “Paling rawan di sektor barat Selat Malaka."
Heru mengatakan saat ini Bea-Cukai memiliki 189 kapal untuk pengawasan wilayah perbatasan. Ia menilai jumlah ini sudah cukup. Apalagi angka itu belum termasuk kapal bantuan dari Badan Keamanan Laut, Polisi Air, dan TNI Angkatan Darat.
EGI ADYATAMA