TEMPO.CO, Jakarta - Hairul, 45 tahun, kemarin hanya tiga kali keluar rumahnya di RT 10 RW 02, Kampung Melayu, Jatinegara. Ketiganya dilakukan dalam kondisi yang berat langkah, juga berat hati. Sejak pagi hari, air luapan Sungai Ciliwung sudah menggenangi gang sempit depan rumahnya.
"Selalu capek kalau banjir," ujarnya saat ditemui Tempo, Selasa sore, 15 Januari 2013. Kali pertama ia keluar rumah pagi hari saat genangan air masih semata kaki orang dewasa. Ia mengendarai motornya di atas genangan air, kemudian diparkir di pinggir Jalan Jatinegara Barat, yang lokasinya lebih tinggi dari rumahnya.
Untuk kedua kalinya, ia harus menerjang air bertelanjang kaki. Kali ini yang diangkutnya adalah dua buah kasur, tempat tidurnya bersama istri dan kedua anaknya. Kasur adalah satu-satunya barang dari rumah satu tingkat itu yang dievakuasi. Sisanya disimpan di sebuah ruangan khusus yang disekat ke langit-langit rumah tersebut, termasuk beberapa alat elektronik seperti televisi. "Semoga enggak terlalu parah banjirnya," ujar dia.
Evakuasi itu mau tak mau kudu dilakukan Hairul. Pasalnya, informasi yang beredar di kampungnya, kemarin pagi tinggi air di Bendungan Katulampa mencapai 220 sentimeter dan berstatus siaga I. Ia mengatakan, jika tinggi air di Katulampa lebih dari 200 sentimeter, artinya ia harus mengungsi.
Maka kemarin, setelah mengunci rapat rumahnya, ia melakukan perjalanan ketiganya hari itu, yakni mengungsikan dirinya sendiri. Saat itu, ketinggian air sudah cukup tinggi. Saat dikunjungi pukul 13.30 WIB, air menggenang rata-rata sebatas paha orang dewasa (70 sentimeter). Ketinggian air bertambah pelan-pelan, hingga akhirnya Hairul mengungsi ketika ketinggian air sudah mencapai pinggang (100 sentimeter).
"Ya demi keselamatan, mending ngungsi dari sekarang," ujarnya. Ia kemudian menyusul anak-istrinya yang sudah lebih dulu mengungsi di Suku Dinas Kesehatan yang terletak di Jalan Jatinegara Barat, Jakarta Timur.
Namun, ternyata ada juga beberapa warga yang memilih untuk tak mengungsi. Salah satunya adalah Ashari, 38 tahun. Ia memilih untuk mengungsikan barangnya di lantai dua rumahnya yang bercat abu-abu. "Kalau kayak kemarin (Desember 2012), kami masih aman," ujarnya berteriak dari balkon lantai dua rumahnya kepada Tempo.
Saat ditemui kemarin siang, ia sedang sibuk melepas fiber glass dari pagar rumahnya. "Kalau enggak dilepas, air naik. Kalau sudah luber, bisa jebol pintu," ujarnya. Tinggi pagar itu 150 sentimeter. Saat Tempo melaluinya kemarin sore, pagar itu hanya tersisa seperempat bagiannya saja.
M. ANDI PERDANA