TEMPO.CO, Jakarta - Perwakilan warga RW 04 Kelurahan Bidara Cina menemui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Selasa, 8 September 2015.
Mereka melaporkan proses pembangunan sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur yang dianggap punya banyak kelemahan dalam proses pengerjaannya.
Astriyani, perwakilan warga, mengatakan ada tiga isu pokok yang dibawa ke Dewan. Yakni pengawasan ketat pembangunan sodetan, klarifikasi pembebasan lahan, dan evaluasi kebijakan penggusuran untuk mencegah pelanggaran hak asasi.
"Permasalahan itu mencakup tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum, Gubernur DKI, Kepolisian Metro Jaya, dan Kodam Jaya," kata dia, di Kebon Sirih.
Astriyani membeberkan penyusunan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) bermasalah sejak awal. Warga, dia berujar, hanya dipaparkan teknis pengerjaan sodetan oleh kontraktor.
Selain itu, wilayah terdampak sodetan juga dia sebut berubah-ubah. "Dalam satu bagian dokumen hanya RW 04 dan 05 yang terdampak, namun bagian lain di dokumen yang sama ditambahkan RW 14 terkena sodetan," ujar Astriyani.
Masalah lainnya, kata dia, ialah pelaksana pengadaan tanah. Ada Surat Keputusan Gubernur Nomor 81 Tahun 2014 yang mengatur pelaksana proyek sodetan ialah Kementerian PU lewat Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane dan pemerintah DKI sebagai pengawas. "Namun justru pemerintah DKI yang aktif membebaskan tanah," Astriyani menjelaskan.
Problem lainnya, kata Astriyani, yang juga anggota Tim 14, ialah status tanah yang diklaim milik DKI seluas 34 ribu meter persegi dan sertifikat hak milik atas nama Henky Saputra seluas 8.000 meter persegi. "Informasi ini baru disampaikan setelah 1,5 tahun pembebasan lahan dilakukan," kata dia.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi mengatakan, masalah pembebasan tanah seperti yang dialami warga Bidara Cina sering terjadi karena carut marut administrasi pemerintah. Dia menyarankan warga menempuh jalur pengadilan untuk memperjelas status tanah.
Jika skenario itu dipilih, warga bisa mendaftarkan gugatan pengadilan itu ke Badan Pertanahan Nasional. Lantas, tanah yang disengketakan bakal diberi status quo. "Siapa pun tak boleh melakukan kegiatan proyek atau jual-beli di atas tanah itu," ujar politikus Partai Gerakan Indonesia Raya tersebut.
Dia juga berjanji Dewan bakal memanggil satuan kerja terkait untuk meminta penjelasan. Dinas PU Tata Air dan Balai Besar akan dipanggil pekan depan.
RAYMUNDUS RIKANG