TEMPO.CO, Jakarta- Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Muhammad Taufik menganggap Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok keliru jika menuduh dewan menghambat pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2016.
Menurut Taufik, Ahok tak memahami mekanisme pembahasan anggaran di dewan. DPRD bukan menghambat pengesahan, melainkan mengoreksi APBD. "Seolah-olah Ahok ini selalu benar," kata dia di Gedung DPRD Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin, 18 Oktober 2015.
Taufik mengatakan banyak program yang diajukkan satuan kinerja perangkat daerah asal-asalan. Begitu juga dengan target pendapatan pajak sebesar Rp 37 triliun, yang diusulkan Dinas Pendapatan dan Pajak, tak realistis. "Makanya, kami turunin menjadi Rp 32 triliun," ucap Ketua Gerindra Jakarta ini.
Selain pajak, menurut Taufik, dewan juga memangkas target pendapatan di sektor dana perimbangan, dari Rp 15 triliun menjadi sekitar Rp 10 triliun. Pemotongan APBD di sektor pendapatan berkaca dari pengalaman tahun ini. Dinas Pajak menurunkan target pendapatan di sektor pajak, dari Rp 36 triliun menjadi Rp 32 triliun. "Anggarannya kopong."
Pemotongan anggaran ini, kata Taufik, dibahas di Badan Anggaran dan disetujui juga oleh TAPD. Kemudian, Taufik melanjutkan, TAPD mengajukan keberatan atas pengurangan ini. Mereka meminta penambahan anggaran Rp 5,25 triliun melalui suratnya dengan nomor 1045/-1.722 pada 30 September 2015.
Karena pengajuan ini, Taufik berujar, dewan membahas lagi dengan TAPD. "Jadi, bukan kami yang menghambat. Justru eksekutif," ucap Wakil Ketua DPRD ini. Ihwal penambahan, ia akan menolaknya. "Ngapain ditambah lagi, tahun ini saja belum tentu tercapai," kata dia.
Taufik mengakui ada perubahan jadwal pembahasan RAPBD 2016 akibat tarik-ulur besaran pendapatan. Namun perubahan jadwal ini sudah disepakati oleh Badan Musyawarah. Ia juga yakin bahwa RAPBD akan disahkan akhir November.
Ahok meminta agar dewan tak menghambat pengesahan RAPBD 2016. Tujuannya agar kejadian tahun ini--seharusnya APBD menggunakan peraturan daerah sebagai landasan hukum, tapi jadi menggunakan peraturan gubernur karena kisruh Ahok dengan DPRD—tak terulang.
ERWAN HERMAWAN