TEMPO.CO, Jakarta - Banjir yang melanda kawasan Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu, 27 Agustus 2016, diduga sebagai akibat pelanggaran tata ruang di kawasan itu. Pengamat perkotaan Yayat Supriyatna mengatakan kawasan Kemang, yang awalnya merupakan hunian, berubah fungsi menjadi area komersial. Sedangkan area resapan air dijadikan apartemen hingga mal.
Menurut dia, masalah ini adalah akumulasi pelanggaran tata ruang di Jakarta Selatan. Kata dia, hampir sebagian wilayah Jakarta Selatan telah tertutup beton dan hilangnya area resapan air. "Sehingga air tak meresap ke tanah, melainkan langsung mengalir ke saluran air," ujarnya.
Yayat mengatakan pelanggaran tata ruang juga terjadi di kawasan Jakarta Selatan yang berbatasan dengan Depok. Kawasan resapan air yang ada di sana kini berubah menjadi hunian. "Sekarang wilayah Jakarta Selatan yang berbatasan dengan Depok juga telah alih fungsi dari ruang terbuka jadi kawasan hunian."
Menurut Yayat, kegagalan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam mengatasi banjir yang sering terjadi di Jakarta Selatan berpotensi menjadi bumerang baginya saat maju sebagai calon petahana pilkada DKI Jakarta 2017. "Desember itu mulai puncak hujan, banjir Jakarta bakal jadi komoditas politik tuh," tuturnya kepada Tempo pada Minggu, 28 Agustus 2016.
Yayat mengatakan banjir yang terjadi di Kemang kemarin masih terbilang kecil dibanding dampak kerusakan tata ruang Jakarta Selatan. Diperkirakan bakal ada lagi banjir susulan yang merendam Jakarta. Ini menepis pernyataan Basuki bahwa Jakarta telah terbebas dari banjir.
Justru, kata dia, puncak musim hujan di Jakarta akan terjadi dari Desember 2016 hingga Februari 2017. Tentu intensitas curah hujan akan lebih tinggi dibanding sebelumnya. Jika tak segera diatasi, masyarakat akan mempertanyakan kinerja Ahok terkait dengan upaya mengatasi banjir di Jakarta.
AVIT HIDAYAT