TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya menyerahkan dua tersangka dan barang bukti perkara pencurian minyak sawit mentah PT Palm Mas Asri (PMA) oleh PT Bina Karya Prima (BKP) ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 2 Februari 2017. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, kasus ini telah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan pada 28 Februari lalu.
"Kemarin penyidik sudah melakukan tahap 2 perkara di Kejaksaan Jakarta Utara," kata Argo saat dikonfirmasi, Jumat, 3 Maret 2017.
Argo menuturkan, ada dua tersangka dalam kasus ini, yakni Seyung Subrani dan Erik. Keduanya merupakan petugas bongkar muat pelabuhan perwakilan dari PT BKP.
Kasus ini sebelumnya sempat dihentikan penyidikannya (SP3) di Polres Pelabuhan Tanjung Priok, namun kemudian diambil alih oleh Polda pada tahun 2016.
Semua bermula saat PT PMA dan PT BKP bekerja sama untuk membawa minyak mentah mereka yang dibeli dari Papua menggunakan satu kapal pada Desember 2011. Saat akan bongkar muat, kedua perusahaan ini sempat berdebat soal siapa yang berhak bongkar muat terlebih dahulu.
"Minyak kami lebih sedikit jumlahnya. Kami sempat minta bongkar muat duluan, tapi PT BKP tidak mau," kata Sunardi, tim Legal PT PMA. "Alasannya, tangki minyak yang terakhir masuk kapal mulik BKP, jadi minyaknya masih bersisa di pipa karena tidak dilakukan blowing pipa," lanjutnya.
Kedua pihak pun akhirnya berdiskusi melalui perwakilannya. Perwakilan dari pemilik kapal pun turut hadir. Hasilnya, disepakati pembongkaran tangki PT PMA akan dilakukan lebih dahulu dengan beberapa kesepakatan.
Kesepakatan tersebut antara lain, PT BKP akan melakukan pemompaan kargo terlebih dahulu untuk mengambil sisa minyak di pipa jalur. Namun, setelah pemompaan, minyak yang ada di tangki PT PMA susut sebanyak 43.613 kilogram dari berat asli sebesar 1.016.883 kilogram.
"Setelah pembongkaran total ternyata minyak kami hilang 61.543 kilogram," kata Sunardi.
PT PMA kemudian mengadu pada Sucofindo dan meminta Sucifindo mengawal bongkar muat kapal minyak mereka itu. Namun, perwakilan Sucofindo justru diusir dari lokasi oleh dua tersangka yang berada di lapangan saat itu. "Akhirnya kami melapor ke Polres Pelabuhan pada 12 Januari 2012," katanya.
Penyelidikan dan penyidikan pun menetapkan Seyung Subrani sebagai tersangka atas dugaan melakukan kejahatan bersama-sama sesuai Pasal 55 Ayat 1 butir 1 KUHP. Meski telah menetapkan satu tersangka, Polres Pelabuhan justru mengeluarkan surat penghentian penyidikan (SP3) atas kasus ini pada 9 Januari 2015. "Alasannya bukti tidak cukup, karena deliknya kejahatan bersama-sama tapi tersangkanya cuma satu," kata Sunardi menjelaskan. "Tak terima, kami lalu mengajukan praperadilan," ujarnya.
Praperadilan menghasilkan keputusan untuk kepolisian melanjutkan perkara ini dan memenangkan gugatan PT PMA. Mengikuti hasil keputusan praperadilan tersebut, Polisi pun kembali membuka penyidikan kasus ini dan dilimpahkan ke Subdit Keamanan Negara Ditreskrimum Polda Metro Jaya pada Juni 2016.
Penyidik kemudian menetapkan Erik sebagai tersangka, sehingga tersangka menjadi dua orang. "Akhirnya berkas sudah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan dan siap dilakukan tahap dua untuk selanjutnya masuk pengadilan," kata Sunardi.
Sebelumnya, PT BKP, kata Sunardi, juga sempat mengajukan gugatan perdata kepada PT PMA amun gugatan tersebut dimenangkan oleh PT PMA. "Kemarin sempat banding, tapi belum ada kelanjutannya lagi," katanya.
Hingga berita ini ditulis, Tempo belum dapat konfirmasi dari PT BKP. Tempo berusaha menghubungi nomor telepon kantor maupun nomor telepon seluler yang tertera di situs http://www.bkpjkt.com. Namun, tidak ada yang mengangkat sambungan telepon dari Tempo.
INGE KLARA SAFITRI