TEMPO Interaktif, Jakarta - Keluarga almarhum Abdulah Anggawie, mantan pasien Rumah Sakit Omni Pulomas akan mengadukan dugaan malpraktik rumah sakit tersebut kepada Dewan Kehormatan Ikatan Dokter Indonesia, Kamis (2/7) besok. "Penanganan medis dokter Rumah Sakit Omni buruk sehingga berakibat fatal bagi pasien," kata pengacara keluarga Anggawie, Sri Puji Astuti Rabu (1/7).
Menurut Sri Puji Astuti, Abdulah Anggawie datang ke RS Omni Pulomas pada tanggal 3 Mei 2007 untuk melakukan general check up. Ternyata pihak rumah sakit meminta agar Abdulah dirawat inap. Namun setelah melakukan rawat inap, kondisi Abdulah tak membaik. "Justru kondisinya drop sangat drastis pada saat perawatan inap di RS," kata Puji Astuti. Dari data rekam medis yang didapat pihak keluarga, Abdulah mengalami kegagalan ginjal, stroke, dan hipertensi. Bahkan, gagal ginjal Abdulah Anggawie disebut telah memasuki stadium 5.
Data rekam medis ini bertentangan dengan pendapat dokter pribadi Abdullah. Menurut dokter pribadi Abdulah, Win Johanes, dalam 10 tahun terakhir, Abdulah tidak pernah terkena stroke. "Kalau gejala ginjal memang ada, tapi tidak stadium 5," kata Puji Astuti. Setelah dirawat selama tiga bulan di Rumah Sakit Omni, Abdulah Anggawie akhirnya meninggal pada 5 Agustus 2007 di Rumah Sakit Omni.
Keluarga menganggap penanganan dokter Rumah Sakit Omni tidak profesional sehingga mengakibatkan Abdulah Anggawie meninggal.
Sebelumnya, pihak Rumah Sakit Omni sempat menggugat keluarga Abdullah Anggawie secara perdata karena tidak melunasi sisa biaya perawatan sebesar Rp 427,2 juta. Namun, gugatan ini ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan pihak rumah sakit tak memberikan rekam medis pasien yang menjadi hak keluarga.
Pihak keluarga Abdullah Anggawie akan menemui Dewan Kehormatan Ikatan Dokter Indonesia untuk mengadukan dugaan malpraktik dalam persoalan ini.
SOFIAN