Kepolisian Resor Jakarta Selatan menunjukan satu dari 10 tersangka tawuran yang menyebabkan siswa SMA Muhammadiyah 15 tewas, Kamis, 6 September 2018. Tempo/Imam Hamdi
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus tawuran geng pelajar Gusdon alias Gusuran Donat tak hanya mengungkap modus dan perilaku pelajar yang semakin sadistis terhadap sesamanya. Dalam tawuran itu satu siswa tewas dengan banyak luka akibat sabetan senjata tajam dan disiram air keras.
Penyelidikan polisi atas kronologi kasus itu juga mengungkap kesaksian palsu yang diduga dilakukan para pelajar tersebut kepada orang tua maupun polisi. Mereka berbohong untuk menutupi tawuran yang mereka lakoni di depan Apartemen Belleza Jalan Jenderal Soepeno Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada Sabtu dini hari 1 September 2018.
Kebohongan pertama ditemukan ketika polisi menelusuri kepemilikan sepeda motor yang tertinggal di lokasi tawuran. Keberadaan sepeda motor itu membantu polisi lebih cepat mendeteksi keberadaan para pelaku dan menangkap para tersangka.
Dari penyelidikan atas sepeda motor tersebut, polisi mendatangi rumah pemiliknya. Anehnya, saat didatangi polisi, keluarga menyatakan bahwa motor telah dibegal. Bahkan, keluarga memperlihatkan surat laporan kehilangan yang didapat dari Kepolisian Sektor Kebayoran Lama.
Setelah diselidiki, ternyata satu pelajar pemiliknya ketakutan terhadap orang tuanya karena motor tertinggal setelah tawuran. "Jadi, pelaku laporan ke keluarga bahwa dirinya dibegal,” ujar Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Stefanus Tamuntuan.
Baca kebohongan kedua di halaman berikutnya <!--more-->
Kebohongan kedua adalah tentang perstiwa yang awalnya diaku sebagai kasus pengeroyokan. Stefanus memastikan korban tewas dalam tawuran antar geng pelajar atau remaja. Penyataan Stefanus tersebut, mengoreksi keterangan sebelumnya bahwa korban diikuti oleh lima motor yang ditumpangi 10 orang, lalu terjadi pengeroyokan.
Menurut Stefanus, cerita korban dibuntuti tersebut didapatkan dari keterangan saksi yang ditanya di sekitar lokasi. Namun, begitu polisi menangkap para pelajar yang diduga tawuran itu, didapat kronologi lain bahwa kejadian tersebut merupakan tawuran yang direncanakan dengan melibatkan puluhan pelajar.
Sebanyak 29 pelajar sempat dijaring sepanjang penyelidikan polisi sebelum Kamis 6 September 2018 diumumkan tersangka sebanyak 10 pelajar. “Jumat sore mereka janjian tawuran lewat Instagram,” ucap Stefanus. “Jadi memang terjadi bentrokan antar dua geng.”
Kepala SMA Muhammadiyah 15 Slipi, Asrunas Imran, yakin kalau muridnya tak berbohong tentang tawuran atau pengeroyokan. Korban tewas adalah pelajar dari sekolah itu.
“Murid saya hanya berempat dan tidak ada yang membawa senjata tajam saat itu," ujar Imran saat ditemui di kantornya, pada Selasa, 4 September 2018. "Cari mati namanya kalau cuma berempat mau tawuran."