HoA Swastanisasi Air Dibedah, PAM Jaya Minta Klarifikasi KPK

Editor

Ali Anwar

Jumat, 17 Mei 2019 18:49 WIB

Pengunjung mengambil air saat peresmian fasilitas air siap minum (drinking fountain) oleh PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Rabu, 7 November 2018. Pembangunan drinking fountain ini juga dapat melengkapi fasilitas pendukung museum dari segi akses air minum yang sehat dan bersih bagi pengunjung. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PAM Jaya Prayitno Bambang Hernowo tak dapat memastikan nasib perjanjian kerja sama alias head of agreement (HoA) dengan PT Aetra Air Jakarta setelah MoA dibedah dan dikritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca juga: Soal Swastanisasi Air, KPK akan Kembali Bertemu dengan DKI

Menurut Bambang, pihaknya harus mengetahui terlebih dulu apa potensi masalah hukum yang dimaksud komisi antirasuah itu. "Kita belum berandai-andai (membatalkan HoA atau tidak) karena kita perlu klarifikasi juga apa sebetulnya yang dimaksud dengan potensi hukum tadi," kata Bambang saat dihubungi Tempo, Jumat, 17 Mei 2019.

Bambang tak secara gamblang menyebut bakal menjalankan saran dari KPK. Meski begitu, menurut dia, setiap keputusan dan kebijakan PAM Jaya soal penghentian swastanisasi air akan didiskusikan dengan KPK.

Dia menambahkan, KPK sebelumnya tak spesifik membedah isi HoA PAM Jaya dengan Aetra. Pertemuan pertama antara Tim Evaluasi Tata Kelola Air dan KPK berlangsung pada Jumat, 10 Mei 2019.

Advertising
Advertising

Setelah pertemuan itu, Bambang menyampaikan, KPK lebih banyak memberi saran mengenai rencana pengelolaan air ke depannya setelah kontrak dengan Aetra dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) berakhir pada 2023.

"Kita kemudian melihat bagaimana langkah-langkah yang harus kita lakukan dan kemudian strateginya seperti apa berdasarkan masukan-masukan dari KPK itu," papar dia.

KPK sedang mencermati risiko klausul perjanjian kerja sama yang dianggap tak berpihak pada kepentingan pemerintah DKI dan masyarakat. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, berujar pihaknya mendapat aduan dari masyarakat mengenai swastanisasi air di Jakarta.

Baca juga: Aduan Swastanisasi Air, KPK Warning Anies Baswedan

Setelah pertemuan pertama itu, KPK akan kembali mengundang Tim Tata Kelola Air, termasuk PAM Jaya,untuk mengetahui kebijakan-kebijakan DKI terkait penghentian swastanisasi air. KPK menganggap adanya potensi masalah hukum dalam klausul perjanjiajn HoA dengan Aetra yang sudah ditandatangani Gubernur DKI Anies Baswedan pada 12 April 2019. "Klausul ini menunjukkan bahwa penghentian privatisasi penyediaan air bersih belum dilakukan sepenuhnya oleh Pemprov DKI," ucap Febri.

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

16 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

18 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya