Kasus Idrus Marham Berobat, Ombudsman Rinci 6 Pelanggaran KPK
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Zacharias Wuragil
Rabu, 3 Juli 2019 20:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menyatakan dikeluarkannya dan dikawal penghuni Rumah Tahanan Cabang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Idrus Marham, berobat ke Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre, Jakarta Selatan, merupakan tindakan maladministrasi.
Baca: Idrus Marham di Rumah Sakit, KPK: Kesimpulan Ombudsman Prematur
Tidak tanggung-tanggung, ada enam pelanggaran yang dinilai Ombudsman dilakukan KPK dalam peristiwa pengawalan itu. Keenamnya terdiri dari empat pelanggaran terkait kompetensi dan dua menyangkut pengabaian kewajiban hukum.
Pelanggaran pertama, mengenai prosedur pengeluaran tahanan. Pelaksana Tugas Rutan KPK Deden Rohendi dinyatakan tidak kompeten menjalankan tugas ihwal tertib administrasi dan pengawasan terhadap pelaksanaan penetapan pengadilan.
"Dengan cara mengabaikan penandatanganan Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Pengadilan pada hari yang sama, serta tidak meminta secara aktif mengenai situasi, hambatan dan tantangan di lapangan kepada petugas pengawalan tahanan," ujar Kepala Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho di kantornya pada Rabu, 3 Juli 2019.
Pelanggaran kedua mengenai pengawalan dan pengamanan tahanan. Dalam hal ini, Kepala Biro Hukum dan Kepala Bagian Pengamanan KPK yang dinyatakan tidak kompeten oleh Ombudsman.
"Terkait dengan keterbatasan jumlah SDM serta membiarkan pelaksanaan tugas pengawalan tahanan tanpa memiliki petunjuk pelaksana atau standar operasional prosedur (SOP)," ujar Teguh.
Pelanggaran ketiga mengenai pelaksanaan penetapan pengadilan. Menurut Teguh, petugas pengawalan tahanan KPK tidak kompeten dalam menjalankan tugas dengan tidak melakukan pengawasan secara melekat dan mengabaikan ketentuan yang tercantum dalam BAP pelaksanaan penetapan pengadilan.
Baca: Soal Anjing Masuk Masjid, Kapolres Bogor: Mati dan Masuk BAP
Pelanggaran keempat, Direktur Pengawasan Internal KPK dinyatakan tidak kompeten dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam rangka pencegahan maladministrasi pengawalan tahanan. Direktur dinilai memiliki pemahaman terhadap peraturan di internal serta kemampuan mendeteksi sejak dini pelanggaran dalam pengawalan tahanan yang terbatas.
<!--more-->
"Maka dapat dipastikan bahwa selama ini belum ada tindakan tegas dari Direktorat Pengawasan Internal KPK," kata Teguh.
Baca: Pilu PPDB di Bekasi: Petugas Tutup dan Ganjal Pintu Ruangan
Pelanggaran kelima yang berkaitan dengan pengabaian kewajiban hukum karena Idrus Marham tidak menggunakan pakaian tahanan dan borgol saat berobat. Menurut Teguh, Staf Pengamanan dan Pengawalan Tahanan KPK bernama Marwan yang melakukan pengabaian itu.
"Saudara Marwan dianggap paham dengan peraturan, namun tidak mengindahkan norma dan peraturan tentang pakaian tahanan dan borgol tanpa memberikan laporan kejadian itu kepada staf Rutan KPK, Staf Pengawalan Tahanan dan Direktorat Pengawasan Internal," ujar Teguh.
Pelanggaran keenam yang juga masih berkaitan dengan pengabaian kewajiban hukum,yaitu penggunaan alat komunikasi untuk politikus Golkar yang sempat menjadi Menteri Sosial di pemerintahan Jokowi itu. Menurut Teguh, Marwan memahami ketentuan mengenai larangan penggunaan handphone bagi tahanan. Namun, dia disebut tidak melakukan upaya untuk menegur.
"Atau membiarkan dengan tidak melaporkan kejadian tersebut kepada staf Rutan KPK, staf Pengawalan Tahanan dan Direktorat Pengawasan Internal," ujar Teguh.
Idrus Marham diketahui berobat di RS MMC pada 21 Juni 2019 . Namun, Ombudsman menemukan, Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Pengadilan atas pemeriksaan itu ditandatangani pada 24 Juni 2019.
Baca: Viral Ajakan Tak Pajang Foto Presiden, Ini Temuan KPAI di SMPN 30
Idrus berada di rumah sakit sejak pukul 11.30. Terdakwa kasus korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Riau 1 itu meninggalkan rumah sakit dengan menaiki mobil untuk kembali ke Rutan pada pukul 15.48.
Teguh mengatakan, pemeriksaan terhadap Idrus Marham sebenarnya telah selesai pada pukul 11.57. Namun, Idrus masih di sana dan bertemu sejumlah orang. Pertemuan dilakukan di sebuah coffeshope di rumah sakit tersebut. "Bertemu dan berkomunikasi dengan isterinya dan beberapa orang yang diduga sebagai penasehat hukum, ajudan atau kerabat," ujar Teguh.