TEMPO.CO, Jakarta - Wakil pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Johanis Tanak menegaskan tidak ada intervensi dari Mabes Polri dalam proses hukum yang menjerat bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
Dia berkata menangnya praperadilan Eddy Hiariej karena adanya kekeliruan dalam administrasi. "Enggak ada intervensi, dari manapun. Saya tidak pernah dengar ada intervensi," kata Johanis Tanak di Gedung Lama KPK, Selasa, 30 April 2024.
Tanak menyampaikan para pimpinan, deputi, dan direktur di KPK sedang berdiskusi untuk mengambil langkah kedepannya dalam menangani kasus Eddy Hiariej. Dia menegaskan diskusi yang dilakukan tidak asal diskusi. Sebab, masalah hukum haruslah berdasarkan pada hukum bukan alasan berlogika, melainkan berpikir yang rasiologis.
Saat ini, kata dia, KPK sedang mempelajari dengan teliti dan cermat sesuai KUHAP dalam menangani perkara pidana. "Jangan sampai penegak hukum salah menerapkan hukum yang kemudian merugikan orang lain," ujarnya.
Dikutip dari laporan Majalah Tempo, kasus ini bermula ketika Eddy Hiariej dilaporkan memperdagangkan kewenangan dalam sengketa kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri, perusahaan pemilik konsesi 2.660 hektare tambang nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan pada Maret 2023 lalu. Dia disebut-sebut menerima suap Rp 7 miliar melalui rekening dua asistennya, yakni Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana.
Penyerahan besel tersebut berkaitan dengan keputusan Eddy memihak salah satu kubu yang bersengketa. Dia leluasa mengintervensi bawahannya agar menerima permohonan pendaftaran perubahan akta perusahaan dari satu kubu yang berseteru melalui Sistem Administrasi Hukum Umum di Kementerian Hukum dan HAM.
KPK telah mengendus data keluar-masuk uang di dua rekening bank anak buah Eddy dalam tiga tahun terakhir. Nilainya Rp 118,7 miliar uang masuk dan Rp 116,7 miliar uang keluar. Dari jumlah itu, transaksi yang mencurigakan sebesar Rp 90 miliar.
Empat pemimpin KPK bersama tim penyelidik, penyidik, dan penuntut telah melakukan gelar perkara pada 27 September 2023. Mereka bersepakat penanganan kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi Eddy Hiariej naik ke tahap penyidikan. Tak hanya tersangkut soal suap dan gratifikasi, Eddy akan dijerat dengan pasal pencucian uang.
Namun, keputusan itu tak kunjung tereksekusi karena Direktur Penyelidikan KPK Brigadir Jenderal Endar Priantoro menyimpan laporan kejadian tindak pidana korupsi rapat-rapat. Padahal surat tersebut menjadi syarat KPK menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka.
Anak buah Endar sebenarnya sudah menyusun draf LKTPK, tapi Endar ogah-ogahan menandatanganinya. Endar beralasan tak meneken LKTPK karena mendapat perintah dari Kepolisian RI. Di berbagai kesempatan, kepada para penyidik, Endar selalu mengatakan membawa amanat Polri agar tak mengutak-atik kasus Eddy.
Meski demikian, KPK akhirnya menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka dalam gelar perkara pada 27 September 2023. Dalam sidang terungkap sprindik terhadap Eddy dikeluarkan pada 24 November 2023. Namun, langkah KPK menetapkan Eddy sebagai tersangka harus terhenti setelah kalah dalam praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 30 Januari 2024.
Dikutip dari Koran Tempo, dalam putusannya hakim tunggal Estiono menyatakan penetapan status tersangka terhadap Eddy tidak sah karena penetapannya berdasarkan alat bukti yang dikumpulkan pada tahap penyelidikan.
Pilihan Editor: Indonesia akan Gugat KPK Inggris soal Kasus Suap Pembelian Pesawat Garuda