Begini Polisi Andalkan CCTV di Kasus Pelecehan Seksual di Bandara Soekarno-Hatta
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Dwi Arjanto
Kamis, 24 September 2020 07:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus mengatakan penyidik masih mendalami pasal pidana lain seperti pelecehan seksual, yang bisa disangkakan ke seorang dokter berinisial EFY, dalam kasus rapid test di Bandara Soekarno-Hatta.
Saat ini, kata Yusri, EFY dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan karena mengubah hasil rapid test seorang korban penumpang pesawat berinisial LHI di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
"Karena memang ada CCTV kita temukan, mudah-mudahan masuk unsur (pelecehan). Karena memang menurut keterangan dari korban bilang ada pelecehan," kata Yusri di kantornya, Rabu, 23 September 2020.
Baca juga : Terpopuler Metro: Sumur Resapan DKI Keduluan Air Laut, Kasus Pelecehan Seksual Rapid Test d Bandara Soekarno-Hatta
Menurut Yusri, polisi telah menerima rekaman CCTV di lokasi kejadian. Penyidik disebut masih mendalami rekaman CCTV tersebut. Jika terbukti, EFY disebut bisa dijerat dengan Pasal 294 KUHP tentang pencabulan.
"Memang betul CCTV pada saat itu (memperlihatkan) sedang berdua dalam kondisi dekat," kata Yusri.
Kasus dugaan pelecehan dan pemerasan ini terungkap setelah korban menceritakan kisahnya melalui akun Twitter @listongs. Korban berujar, peristiwa berlangsung saat dirinya akan terbang ke Nias dari Soekarno-Hatta pada Ahad, 13 September 2020.
Kejadian bermula ketika korban melakukan rapid test di Bandara Soekarno-Hatta dengan dokter yang melayani, EFY. Hasil tes menunjukkan korban reaktif dan penerbangannya terancam batal.
"Habis itu dokternya nanyain, 'kamu jadi mau terbang gak?' Di situ aku bingung kan, hah, kok nanyanya gini. Terus aku jawab 'Lah, emangnya bisa ya, pak? Kan setau saya ya kalo reaktif ga bisa lanjut travel'. Habis itu dokternya bilang 'ya bisa nanti saya ganti datanya'" tulis korban melalui akun Twitter pribadinya. Tempo sudah meminta izin kepada korban untuk mengutip cuitan ini.
Setelah menyatakan akan mengganti hasil rapid test, dokter EFY meminta korban untuk menjalani tes ulang dengan membayar Rp 150 ribu. Setelah itu, hasil tes keluar dan menyatakan bahwa LHI non-reaktif.
Begitu menerima hasil rapid test dengan keterangan non-reaktif, LHI bergegas untuk pergi menuju gerbang keberangkatan. Namun, dokter EFY mengejarnya. Pelaku disebut meminta sejumlah uang sebagai tanda jasa karena telah membantu korban mengubah hasil tes.
Karena sedang terburu-buru mengejar penerbangan pesawat dan tak ingin persoalan berlanjut, korban mentransfer uang sejumlah Rp 1,4 juta kepada EFY.
Sesuai menerima uang Rp 1,4 juta, dokter itu semakin menjadi-jadi dengan melakukan pelecehan. "Abis itu, si dokter ngedeketin aku, buka masker aku, nyoba untuk cium mulut aku. Di situ aku benar-benar shock, ga bisa ngapa-ngapain, cuma bisa diem, mau ngelawan aja ga bisa saking hancurnya diri aku di dalam," cuit LHI.