Warga Sekitar Pabrik PT Mayora di Tangerang Keluhkan Air Sumur Berubah Warna
Reporter
Joniansyah (Kontributor)
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Kamis, 30 September 2021 15:04 WIB
TEMPO.CO, Tangerang - Warga yang tinggal di sekitar pabrik makanan PT Mayora Indah Jayanti di Kecamatan Jayanti dan Balaraja, Kabupaten Tangerang mengeluhkan perubahan air sumur mereka.
"Air sumur berubah warna keruh, kekuningan dan kadang berbau apek," ujar Siti Arnaningsih 30 tahun, warga Kampung Kramat, Desa Sumur Bandung, Kecamatan Jayanti, kabupaten Tangerang, saat ditemui Tempo di rumahnya, Selasa 28 September 2021
Rumah Siti, bersebelahan dengan pabrik makanan dan minuman itu, hanya dibatasi tembok beton setinggi tiga meter. Menurut Siti, perubahan air sumur di rumah itu terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini atau sejak pabrik itu beroperasi pada tahun 2017.
"Dulu airnya bersih bisa dipakai minum, kalau sekarang agak ragu untuk diminum karena keruh dan kadang berbau," ujarnya.
Dia menunjukkan air di dalam ember berwarna putih. "Lihat saja endapan kuning di ember dan kamar mandi."
Menurut Siti, jika dipakai mencuci baju putih lama kelamaan baju akan berubah kuning kecoklatan. Karena khawatir air itu berbahaya jika dikonsumsi, Siti dan keluarga terpaksa membeli air mineral untuk kebutuhan minum.
Ahmad Samsuri, 60 tahun, ayah Siti mengatakan telah tiga kali membuat sumur bor dengan kedalaman hingga 40 meter. "Tapi airnya tetap sama, keruh dan berwarna," ucapnya.
Selanjutnya Ahmad tak pernah mendapat kompensasi....
<!--more-->
Meski tinggal bersebelahan dengan bangunan pabrik, Ahmad mengaku tak pernah mendapatkan kompensasi bising dan bau dari pabrik tersebut.
Keluhan yang sama juga disampaikan Khadariah, warga kampung Gembong Jatake, Desa Gembong, Balaraja. Meski berbeda kecamatan, lokasi kampung Jatake dan kampung Kramat hanya dipisahkan oleh saluran irigasi yang juga menjadi saluran pembuangan limbah cair PT Mayora.
"Kalo dulu air sumur di sini jernih, segar seperti air mineral," kata Khadariah, 40 tahun.
Namun, sejak pabrik itu beroperasi, volume air sumur mereka menyusut dan berubah warna. "Keruh dan kekuningan," katanya. Untuk kebutuhan makan dan minum, dia terpaksa membeli air isi ulang.
Warga kampung itu, Husna, 45 tahun, memutuskan berlangganan air PDAM ketika air sumurnya semakin sedikit dan keruh. Warga kampung yang juga tinggal bersebelahan dengan bangunan pabrik itu juga mengeluhkan suara bising mesin pabrik siang dan malam. Bau limbah sudah biasa mereka cium sehari-hari.
"Kadang menyengat baunya saat lagi makan, langsung hilang nafsu makannya," kata Husna.
Warga kampung itu mengaku tak pernah mendapatkan kompensasi apapun dari perusahaan itu. "Selama empat tahun lebih pabrik itu berdiri seperakpun belum saya terima," kata Husna yang diamini warga lainnya.
Selanjutnya air limbah pabrik Mayora mengalir di saluran irigasi ke Sungai Cidurian...
<!--more-->
Berdasarkan pengamatan Tempo, air limbah pabrik Mayora mengalir melalui saluran irigasi yang melintasi sejumlah kampung hingga bermuara ke Sungai Cidurian. Limbah cair berwarna coklat dan berbusa dibuang melalui gorong-gorong belakang bangunan pabrik yang dibangun di atas lahan seluas puluhan hektar itu. Bau menyengat menusuk hidung tercium ketika berada dekat saluran air berwarna coklat pekat itu.
Manajer Area PT Mayora Indah Jayanti, Mukhlis mengatakan belum pernah mendapat laporan tentang keluhan warga soal bau ataupun perubahan warna pada air sumur warga. "Nanti kami cek," ujarnya saat dihubungi, Rabu 29 September 2021.
Mukhlis memastikan limbah cair pabrik yang dibuang ke saluran pembuangan sudah melalui proses pengolahan limbah. "Kami pastikan limbah kami adalah limbah organik karena berasal dari bahan makanan dan tidak mengandung racun," ucapnya. Dia membantah jika limbah berbau menyengat. "Bau mungkin bukan dari limbah kami."
Soal dana kompensasi untuk warga terdampak limbah PT Mayora, Mukhlis tidak tahu. "Bisa ada, bisa juga tidak ada," katanya.
JONIANSYAH HARDJONO
Baca juga: DLH Kabupaten Tangerang Periksa Air Sumur Warga di Sekitar Pabrik Mayora