Sederet Permintaan Politikus PDIP ke Pemprov DKI soal Buruknya Kualitas Udara Jakarta
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Sabtu, 19 Agustus 2023 13:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kualitas udara Jakarta kembali menjadi yang terburuk di dunia. Dari aplikasi IQAir, pada pukul 07.30 terlihat Jakarta berada di puncak polusi dibandingkan negara besar lain di dunia. Tidak hanya itu, Jakarta juga satu-satunya yang berada di kategori tidak sehat, dengan PM 2,5 sebesar 84,7 µg/m3.
Hasil ini juga sejalan dengan aplikasi Nafas. Rangking 10 wilayah terpolusi di Indonesia didominasi oleh Jabodetabek, terutama Jakarta. Untuk pukul 06.51 WIB, wilayah terpolusi ada di Kembangan, Jakarta Barat, dengan PM 2,5 sebesar 164 µg/m3 dan menjadi satu-satunya wilayah di kategori sangat tidak sehat.
Data lain dari Kembangan yang disajikan Nafas adalah PM1 sebesar 109 µg/m3, PM10 sebesar 172 µg/m3, kelembaban udara 88 persen dan suhu 24 derajat Celcius. “Jangan buka ventilasi, gunakan pemurni di dalam ruangan,” demikian saran aplikasi tersebut. <!--more-->
Politikus PDIP minta Pemprov DKI tetapkan tanggap darurat bencana
Menanggapi buruknya kualitas udara Jakarta, Anggota Komisi Bidang Pembangunan DPRD DKI Hardiyanto Kenneth meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menetapkan kondisi tanggap darurat bencana.
“Agar bisa mendorong Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk memakai dana siap pakai," kata Kenneth kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 17 Agustus 2023 dikutip dari Antara.
Tanggap darurat minimal tiga bulan
Politikus PDIP itu menilai Pemprov DKI harus menetapkan kondisi tanggap darurat bencana polusi udara Jakarta untuk minimal tiga bulan ke depan.
Hal ini seperti yang tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai. Begitu juga Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana untuk memulai kegiatan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Jabodetabek.
"Diharapkan bisa memulai kegiatan operasi TMC agar bisa dibiayai oleh BNPB. Jadi tidak membebani APBD DKI Jakarta," katanya.<!--more-->
Perlu adanya kolaborasi antarlembaga
Selain itu, masalah polusi udara Jakarta ini perlu adanya kolaborasi antarlembaga, seperti BMKG sebagai penyedia data potensi awan yang bisa disemai dan BRIN yang memiliki teknologinya. Sedangkan TNI AU sebagai pihak yang mengoperasikan pesawat dalam operasi TMC untuk menyebar garam atau intikondensasi.
BNPB memiliki kapasitas dalam penyediaan anggaran dalam kegiatan operasi TMC dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait data kualitas udara.
Pemerintah harus cepat lakukan rekayasa cuaca
Dia meminta pemerintah bergerak cepat melakukan rekayasa cuaca dengan mempercepat terjadinya hujan untuk mencuci polutan di udara. Selain itu, dia berharap adanya ketersediaan rumah sakit untuk pelayanan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bagi pasien.
Lalu adanya kebijakan bekerja dari rumah (work from home/WFH) dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) bagi siswa. "Jangan sampai korban ISPA di Jakarta sudah banyak dan akhirnya ada yang meninggal baru kita semua menyesal," ujarnya.
Kenneth bercerita telah berkunjung ke BMKG untuk mengetahui permasalahan polusi udara Ibu Kota. Menurut dia, dengan mengetahui masalah dari hulu maka nantinya di bagian hilir bisa dicegah maupun dikurangi sebagai upaya penanganan polusi udara.
"Polutan ini sumbernya ada dua kemungkinan, bisa dari sumber polutan lokal atau dari sumber polutan di luar DKI," ujarnya.<!--more-->
Minta kendaraan bermotor dibatasi, pajak dan tarif parkir dinaikkan
Sebelumnya, Anggota Komisi Perekonomian DPRD DKI Gilbert Simanjuntak mendesak Pemprov DKI Jakarta membatasi jumlah kendaraan bermotor. Hal ini untuk memperbaiki kualitas udara Jakarta yang terburuk di dunia.
“Jumlah kendaraan bermotor sangat mendesak untuk segera dibatasi melalui berbagai cara,” kata Gilbert melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis, 10 Agustus 2023.
Buruknya kualitas udara Jakarta bisa kuras APBN
Menurut politikus PDIP ini, polusi dan kualitas udara Jakarta yang buruk bisa menguras APBN untuk membiayai pengobatan pasien yang mengalami gangguan pernapasan dan menghambat pertumbuhan ekonomi di Ibu Kota.
Pengurangan jumlah kendaraan menurut Gilbert bisa dilakukan dengan melarang parkir di pinggir jalan, menaikkan tarif parkir, mengurangi lahan parkir, menaikkan tarif tol pada jam berangkat dan pulang kantor dan lainnya. “Tarif pajak kendaraan roda 2 perlu lebih tinggi,” ucapnya.
Sedangkan, untuk solusi transportasi publik menurutnya dilakukan dengan penambahan armada, perluasan trayek atau jalur bus, uji emisi yang ketat dan mempercepat pembangunan kereta cepat LRT serta MRT. Selain itu, praktik galian di jalan harus dihentikan. “Sosialisasi akan dampak polusi dan kesadaran masyarakat untuk bersama pemerintah mengatasinya perlu digalakkan,” ucap dia.
Dalam menerapkan kebijakan-kebijakan pengendalian kualitas udara, kata Gilbert, para pejabat di Jakarta perlu berani dan konsisten.
MARIA FRANSISCA LAHUR | AHMAD FAIZ IBNU SANI | DESTY LUTHFIANI
Pilihan Editor: Polemik TPS Ilegal Pondok Ranji yang Dinilai Sumbang Polusi Udara, Ini Kata Pemkot Tangsel