Greenpeace dan Walhi Kompak Kritik Upaya Luhut Atasi Polusi Udara, Sarankan Hal Ini
Reporter
Tempo.co
Editor
Naufal Ridhwan
Rabu, 6 September 2023 18:33 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi menunjuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk memimpin penanganan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya, pada Senin, 28 Agustus 2023.
Saat di Istana Negara, pada Jumat, 1 Agustus 2023, Luhut menjelaskan bukan hanya hujan buatan yang akan dilakukan, ada beberapa upaya lainnya, seperti percepatan penggunaan listrik, uji emisi kendaraan, uji emisi kendaraan, pembuatan mist generator, hingga penghentian operasi PLTU batu bara di tempat industri.
Namun, upaya yang disebut tersebut tidak lepas dari kritik. Diantara kritik yang datang dari Greenpeace dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Berikut beritanya dihimpun Tempo.
Greenpeace sebut pemerintah harus cabut kasasi gugatan warga
Juru Kampanye dan Energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu mengkritisi beberapa upaya yang akan dilakukan Luhut untuk mengatasi polusi udara Jakarta. Menurut Bondan Andriyanu, sebelum melakukan langkah-langkah mengatasi polusi dan juga menggelar rapat di Istana, pemerintah harusnya mencabut kasasi terlebih dahulu terhadap gugatan warga soal pencemaran udara yang sudah dimenangkan tahun 2021 lalu.
"Sejatinya langkah yang diambil saat ini, membuat ratas dua kali dan melakukan banyak hal, bertolak belakang dengan apa yang diambil dengan kasasinya, artinya kasasi kan tidak mau menerima perintah hakim, tapi melakukan banyak hal," ucap Bondan kepada Tempo pada Sabtu, 2 September 2022.
Greenpeace kritik dua upaya Luhut
Bondan juga mengkritik dua upaya yang akan dilakukan Luhut, yakni penggunaan mobil listrik dan pemasangan scrubber di industri yang memiliki cerobong.
Ia menjelaskan penggantian kendaraan menggunakan mobil listrik tidak dapat berdiri sendiri, artinya, harus ada penggantian sumber energi. Hal ini dikarenakan listrik yang selama ini digunakan masih dominan bersumber dari PLTU batu bara yang juga penyumbang polutan.
"Jadi kalau kita hanya menghighlight mengganti mobil listrik tanpa mengganti energi di ujungnya, kita hanya memindahkan polusi dari knalpot ke cerobong PLTU batubara," katanya.<!--more-->
Pemerintah harusnya utamakan bus listrik
Bondan berpendapat, harusnya pemerintah mengutamakan bus listrik dan membuat infrastrukturnya, sehingga bus listrik dapat diperbanyak.
Kemudian soal perintah pemerintah untuk industri yang memiliki cerobong memasang scrubber yang merupakan air pollution control, ia menyebut scrubber hanya mengontrol sumber pencemar dari NOX.
Menurut keterangannya, air pollution control tidak hanya scrubber, tetapi ada Flue Gas Desulfurization yang memfilter SO2 yang dikeluarkan cerobong, ada pula Electric Submersible Pump yang dapat mengontrol partikulat berupa debu-debu hasil industri. Semua alat-alat itu, menurut Bondan harus dipasang semua.
Lebih lanjut, Bondan menyampaikan, industri sejatinya memang diwajibkan memasang Continuous Emissions Monitoring System (CEMS) sehingga setiap industri yang memiliki cerobong sudah teregistrasi ke KLHK.
Greenpeace minta buka data pencemar udara
Kemudian ia juga meminta pemerintah untuk membuka baseline data pencemar udara ke masyarakat. Hal ini dilakukan agar masyarakat bisa mengetahui sumber-sumber polusi dan dapat menilai tepat tidaknya upaya pemerintah.
Greenpeace sayangkan pemerintah yang reaktif
Ia menyayangkan upaya pemerintah mengatasi polusi udara baru gencar dilakukan belakangan ini, sedang sebelumnya tidak ada yang dilakukan oleh pemerintah. Padahal, menurut keterangannya, data pencemar udara sudah ada di KLHK.
"Ketika viral baru seolah kebakaran jenggot untuk mengontrol pencemarnya, harusnya kemarin sudah bisa dikendalikan, gak perlu nunggu viral, gak perlu nunggu Presiden batuk, gak perlu nunggu Sri Mulyani ISPA," ungkap dia.<!--more-->
Walhi Sebut Dua Cara Luhut Mengatasi Polusi Udara Egois dan Tak Etis
Sebelumnya, Juru Kampanye Walhi M. Aminullah juga mengkritik sejumlah langkah yang akan dilakukan Luhut, terutama soal kendaraan listrik dan uji emisi.
"Luhut sangat egois, untuk membersihkan udara Jakarta harus merusak lingkungan di wilayah lain untuk menunjang kendaraan listrik," kata Amin saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 2 September 2023.
Walhi sebut kendaraan listrik tidak ramah lingkungan
Menurutnya, kendaraan listrik tidak ramah lingkungan, karena dari hulu, tambang-tambang nikel untuk kendaraan listrik sudah merusak lingkungan, menciptakan konflik masyarakat, dan menghilangkan ruang hidup masyarakat seperti di Sulawesi dan Maluku.
Walhi sebut polusi udara adalah masalah struktural
Sedangkan untuk Uji emisi, Amin berpendapat bahwa polusi udara adalah masalah struktural yang tidak bisa solusinya hanya bersifat individu seperti uji emisi. Amin berpendapat, harusnya pemerintah mencari tahu alasan dibalik mengapa masyarakat tidak mau menggunakan transportasi publik, misalnya, merasa belum aman, nyaman dan dirasa tidak terjangkau, oleh karena itu, masyarakat menggunakan kendaraan pribadi.
"Lagi pula tidak etis ada sanksi tilang padahal masyarakat tidak punya pilihan, kecuali ada insentif ya, misal yang tidak lolos uji tilang diberi insentif atau subsidi untuk naik kendaraan umum," tutur dia.
Amin menjelaskan, Pajak kendaraan harusnya bisa dipakai untuk insentif atau subsidi pengguna angkutan umum.
Namun, ia juga menerangkan bahwa beberapa langkah yang dilakukan Luhut seperti suntik mati PLTU batu bara untuk mengatasi polusi udara, sesuai apa yang diharapkan masyarakat, meskipun sebetulnya hal ini sudah lama disuarakan dan baru dilakukan oleh pemerintah sekarang.
NUR KHASANAH APRILIANI
Pilihan Editor: Diminta Turun Tangan Politikus PDIP Buntut Kekeringan Kabupaten Bogor, Pemerintah Sempat Lakukan Ini