Sejumlah Pedagang Pasar Tanah Abang Menilai Tidak Tepat Larangan Tiktok Shop oleh Pemerintah
Reporter
Aisyah Amira Wakang
Editor
Zacharias Wuragil
Jumat, 29 September 2023 03:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa pedagang di Pasar Tanah Abang mempertanyakan efektivitas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 yang melarang media sosial digunakan untuk berjualan secara langsung atau menjadi social commerce. Aturan terutama menyasar TikTok Shop yang dituding membuat pasar-pasar konvensional termasuk Tanah Abang belakangan sepi.
Steven, seorang pedagang busana batik di Blok F Pasar Tanah Abang, menilai kebijakan pemerintah dengan melarang TikTok Shop salah kaprah. Dia menilai yang menjadi masalah adalah etika dagang penjual. “Sebenarnya perlu dibatasi saja sih dari etika harganya, itu yang menurut saya merusak,” ujar Steven saat ditemui di kiosnya, Kamis 28 September 2023.
Keterangan Steven senada dengan beberapa yang lain di Blok A Pasar Tanah Abang yang pernah ditemui TEMPO. Mereka menyatakan tidak bisa bersaing harga jual produk di TikTok karena masih memiliki kewajiban membayar sewa kios dan service charge-nya. Itu berbeda dari kebanyakan pelaku lainnya di TikTok Shop.
Pedagang lainnya yang berlokasi di Central Tanah Abang (CTA), Nayla, malah mengatakan regulasi baru itu malah menyusahkannya. Dia ternyata termasuk kelompok yang selama ini telah mencoba fitur TikTok Shop dan sangat terbantu. “Karena lama-lama orang pasti pintar sendiri kalau untuk media sosial,” ujar Nayla.
Pedagang UMKM kebaya dan kemeja batik itu menjelaskan, memberdayakan produk asli Bandung ke Pasar Tanah Abang. Dan, justru dengan TikTok Shop, produknya semakin dikenal dan laris ke daerah bahkan luar negeri. Sehingga dia kurang sepakat jika aplikasi TikTok yang dipermasalahkan.
Menurut Nayla, “Solusinya bukan si tiktok-nya yang dipermasalahkan, tapi pemerintahnya kasih pelatihan ke orang-orang di sini bagaimana caranya berkembang.”
Sementara itu, dalam kunjungannya ke Pasar Tanah Abang, Kamis, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan TikTok Shop melakukan predatory pricing atau jual rugi di platformnya. “Jadi kalau ada barang harga Rp 10.000, dia jual Rp 5.000. Oleh karena itu kita atur, enggak boleh kayak gitu,” ujarnya.
Pemerintah, kata dia, membedakan mana media sosial, social commerce, dan e-commerce. "Kalau dia media sosial, media sosial saja, artinya yang lain nggak boleh."
Jadi, Zulhas menambahkan, social commerce boleh menampilkan iklan atau promosi seperti televisi tapi tidak boleh membuat toko atau berjualan langsung jika statusnya masih media sosial. Rincian aturan itu telah resmi dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023.
Pilihan Editor: Bocah di Depok Meninggal Setelah Buah Zakar Diremas, Ini Pengakuan Terduga Pelaku