DPR Tak Patuhi Putusan MK, KPPOD: RUU Pilkada Menimbulkan Ketidakpastian Hukum

Reporter

Antara

Kamis, 22 Agustus 2024 07:41 WIB

Suasana rapat pembahasan RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI dengan Pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Agustus 2024. Badan Legislasi menggelar rapat dengan Pemerintah dan DPD membahas RUU tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota menjadi UU atau RUU Pilkada. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai hasil pembahasan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada telah mencederai kepastian hukum, akuntabilitas pemilihan kepala daerah dan berpotensi mengganggu efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan.

Direktur Eksekutif KPPOD Herman N Suparman mengatakan revisi UU Pilkada ini pun terlihat sebagai upaya menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024.

"Hasil revisi UU Pilkada ini menimbulkan ketidakpastian hukum karena bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024," kata Herman dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan bahwa putusan MK yang bersifat final dan mengikat ini menegaskan prinsip keadilan dan kesetaraan dalam kompetisi pemilihan kepala daerah.

Selain itu, keputusan ini membuka peluang bagi calon kepala daerah alternatif untuk bersaing secara efektif dalam melawan koalisi yang dominan.

Di samping itu, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tanggal 20 Agustus 2024 juga menegaskan bahwa syarat usia pencalonan kepala daerah harus dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan sejak pelantikan calon terpilih.

"Putusan ini mencerminkan semangat penguatan demokrasi lokal di tengah upaya pelanggengan politik dinasti saat ini," ujarnya.

Lebih dari itu, hasil revisi UU Pilkada kontraproduktif dengan upaya menjadikan pilkada sebagai sistem yang melahirkan kepala-kepala daerah yang berkapasitas dan berintegritas.

Menurutnya, kapasitas dan integritas kepala daerah merupakan variabel yang sangat menentukan tata kelola pemerintahan daerah yang baik.

Artinya, selain mengganggu sistem pemilihan kepala daerah yang berlandaskan Luber dan Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil), revisi UU Pilkada yang serampangan ini berpotensi merusak integritas dan efektivitas pemerintahan daerah, serta mengancam upaya mencapai ultimate goal otonomi daerah, yakni kesejahteraan masyarakat.

Berikut ini adalah sikap KPPOD:

1. Mendukung penuh pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 20 Agustus 2024.

Lalu, menolak revisi UU Pilkada yang dapat merusak integritas dan keadilan dalam proses pemilihan kepala daerah di Indonesia.

2. Meminta Pemerintah dan DPR mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024.

3. Meminta KPU untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang dibacakan MK pada 20 Agustus 2024.

4. Meminta Pemerintah dan DPR untuk merancang Undang-Undang dengan pertimbangan hukum yang tepat, tidak ugal-ugalan dan sesuai dengan prosedur hukum, serta melibatkan masyarakat melalui partisipasi yang bermakna (meaningful participation).

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah setuju melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.

Persetujuan itu disepakati dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

Delapan fraksi di Baleg DPR RI menyatakan setuju terhadap pembahasan lebih lanjut RUU Pilkada. Delapan fraksi itu meliputi Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi NasDem, Fraksi PAN, Fraksi PKB, dan Fraksi PPP, sedangkan Fraksi PDI Perjuangan menyatakan menolak pembahasan RUU Pilkada untuk diundangkan.

Sementara itu, pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan persetujuan agar RUU Pilkada diparipurnakan.

Terdapat dua materi krusial RUU Pilkada yang disepakati dalam Rapat Panja RUU Pilkada ini.

Pertama, terkait penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada terkait syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).

Pasal 7 ayat (2) huruf e, disepakati berusia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.

Padahal, Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, menegaskan bahwa penghitungan syarat usia calon kepala daerah harus terhitung sejak penetapan pasangan calon, bukan saat pasangan calon terpilih dilantik menjadi kepala daerah.

Kedua, soal perubahan Pasal 40 UU Pilkada terkait ambang batas pencalonan kepala daerah, dengan mengakomodasi hanya sebagian putusan MK.

Berita terkait

Tanggapan Novel Baswedan Soal Putusan MK Tolak Uji Materi Batas Usia Capim KPK

4 hari lalu

Tanggapan Novel Baswedan Soal Putusan MK Tolak Uji Materi Batas Usia Capim KPK

MK menolak uji materi yang dilayangkan Novel Baswedan dkk ihwal batas minimal Capim KPK. Begini kata Novel Baswedan.

Baca Selengkapnya

4 Eks Pegawai Korban TWK Tak Lolos Seleksi Capim KPK, IM57+ Masih Berharap Pada Putusan MK

5 hari lalu

4 Eks Pegawai Korban TWK Tak Lolos Seleksi Capim KPK, IM57+ Masih Berharap Pada Putusan MK

IM57 + berharap putusan MK memberik kesempatan 12 mantan pegawai KPK di bawah usia 50 bisa mendaftar capim KPK tahun ini.

Baca Selengkapnya

Ragam Tanggapan atas Maraknya Kotak Kosong di Pilkada 2024

8 hari lalu

Ragam Tanggapan atas Maraknya Kotak Kosong di Pilkada 2024

TII menyebut Fenomena kotak kosong di Pilkada 2024 mencerminkan kegagalan partai mempersiapkan kader yang kompeten.

Baca Selengkapnya

Enam Mahasiswa yang Pasang Spanduk Polisi Biadab di Aceh Dibebaskan tapi Wajib Lapor

9 hari lalu

Enam Mahasiswa yang Pasang Spanduk Polisi Biadab di Aceh Dibebaskan tapi Wajib Lapor

Enam mahasiswa yang ditangkap karena membuat spanduk dengan tulisan provokatif terhadap kepolisian telah dibebaskan Polres Banda Aceh.

Baca Selengkapnya

Bantahan Kemenag Disebut Mangkir dalam Pemeriksaan Saksi Pansus Haji: Ada Unjuk Rasa di DPR

10 hari lalu

Bantahan Kemenag Disebut Mangkir dalam Pemeriksaan Saksi Pansus Haji: Ada Unjuk Rasa di DPR

Kemenag menyatakan kesulitan masuk kompleks parlemen Senayan, untuk menjadi saksi dalam pemeriksaan oleh Pansus Haji.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Penyebab Banyaknya Calon Tunggal di Pilkada 2024

12 hari lalu

Pengamat Sebut Penyebab Banyaknya Calon Tunggal di Pilkada 2024

Pengamat mengatakan, sebelum adanya putusan MK, diprediksi calon tunggal di Pilkada 2024 bisa mencapai 150 daerah.

Baca Selengkapnya

Ini yang Terjadi Jika Kotak Kosong Menang pada Pilkada 2024

15 hari lalu

Ini yang Terjadi Jika Kotak Kosong Menang pada Pilkada 2024

Pilkada ulang dapat diselenggarakan pada tahun berikutnya atau sesuai jadwal lima tahun sekali.

Baca Selengkapnya

Ragam Pendapat Soal Fenomena Calon Tunggal pada Pilkada 2024

16 hari lalu

Ragam Pendapat Soal Fenomena Calon Tunggal pada Pilkada 2024

Meski sah dan konstitusional, calon tunggal dalam pilkada bukan cara terbaik menghargai kedaulatan rakyat.

Baca Selengkapnya

BEM KM UGM Tegaskan akan Kawal Proses Turunnya Presiden Jokowi

16 hari lalu

BEM KM UGM Tegaskan akan Kawal Proses Turunnya Presiden Jokowi

BEM KM UGM menegaskan akan senantiasa mengawal proses turunnya Presiden Jokowi meski revisi UU Pilkada dibatalkan.

Baca Selengkapnya

Ramai Kabar DPR Ingin Evaluasi Posisi MK Usai Aksi Kawal Putusan MK

16 hari lalu

Ramai Kabar DPR Ingin Evaluasi Posisi MK Usai Aksi Kawal Putusan MK

Setelah ramai demo Kawal Putusan MK, DPR usul mengevaluasi MK yang disampaikan Ketua Komisi II DPR dari Golkar, Ahmad Doli Kurnia. Apa maksudnya?

Baca Selengkapnya