LRT Jabodetabek Dianggap Bukan Solusi Macet, Kenapa?
Editor
Anton Aprianto
Kamis, 10 September 2015 06:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit menilai kereta ringan atau light rail transit belum bisa mengurai kemacetan di Jakarta, Rabu, 9 September 2015. Kemacetan jalan di Ibu Kota bisa diurai, kata Danang, jika jaringan bus dan jalur pedestrian turut diperbaiki sehingga efektif menampung pengendara bermesin.
Menurut Danang, penataan jaringan bus sangat penting untuk mengurangi siklus kendaraan yang menjadi biang kemacetan di banyak titik. Laju ideal kendaraan di jalan, yakni 18-20 kilometer per jam, sulit terwujud jika rute bus belum terintegrasi dengan moda transportasi lain.
Danang juga menyoroti rendahnya kualitas sarana bagi pejalan kaki, yang menyebabkan penduduk Jakarta enggan meninggalkan kendaraan pribadi. Jika jalur pedestrian dibuat nyaman dan terintegrasi dengan jaringan angkutan, dia memperkirakan, "Empat juta orang bersedia memakai angkutan umum.”
Berdasarkan perhitungan Danang, kereta ringan yang akan menghubungkan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi ke Jakarta hanya mampu menampung 300 ribu penumpang. Kapasitasnya kalah jauh dibanding mass rapid transit yang bisa menampung 600 ribu orang dan Transjakarta sebanyak 700 ribu orang sehari.
Agar berfungsi optimal dan bisa mengurai kemacetan, Danang menyarankan agar jalur kereta ringan disambungkan dengan moda angkutan lain. Sebab, pada siang hari, Jakarta dihuni sebelas juta orang, 1,4 juta antaranya warga yang naik komuter dari Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi. Ada empat juta mobil dan sepuluh juta sepeda motor yang memenuhi Ibu Kota setiap hari. Saat ini kecepatan rata-rata kendaraan 12 kilometer per jam.
Rabu kemarin, Presiden Joko Widodo meresmikan proyek pembangunan light rail transit atau kereta ringan di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Peresmian ini menandai integrasi transportasi Jakarta dengan kota-kota di sekitarnya.
Ahli tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, juga tidak yakin kereta ringan bisa mengurangi kemacetan. Selain kapasitas angkutnya sedikit, tutur dia, proyek kereta ringan akan menimbulkan masalah sosial karena tak masuk Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2030. “Bayangkan reaksi warga jika tiba-tiba di depan rumahnya ada tiang pancang LRT," ucap Nirwono.
DINI PRAMITA | KHAIRUL ANAM | ANANDA TERESIA