Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengikuti sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, 11 April 2017. Sidang lanjutan dengan agenda tuntutan tersebut ditunda hingga 20 April, karena jaksa penuntut umum belum siap dengan surat tuntutan. ANTARA/Pool/Raisan Al Farisi
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Humphrey Djemat, berharap Jaksa menuntut bebas kliennya. Hal itu dengan alasan bahwa berkas yang digunakan mendakwa Ahok lemah.
"Kami bukan asal bunyi untuk meminta tuntutan bebas kepada kejaksaan," ujar Penasehat hukum Ahok, Humphrey Djemat di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 12 April 2017.
Menurut Humphrey, unsur kesengajaan dalam kasus penistaan agama tidak bisa dibuktikan. Apalagi Ahok tak pernah memusuhi umat Islam. Humphrey mencontohkan saat menjabat Gubernur telah memberangkatkan sejumlah marbot untuk umroh di tanah suci. Ahok pun, kata dia, juga memiliki keluarga muslim yang taat. "Fakta-fakta ini menjadi bukti Ahok tidak memusuhi Islam," ujarnya.
Humphrey menambahkan bahwa 13 pelapor kasus ini tidak mememuhi syarat sebagai saksi yang melihat dan mendengar kejadian. Malah video rekaman yang dijadikan sebagai barang bukti tidak bisa diakses. "Perkara tidak layak diajukan kalau tidak tekanan politik," katanya
I Wayan Sudirta yang juga Penasehat Hukum Ahok menambahkan bahwa Tim Penasehat Hukum mencatat bahwa ada sekitar 25 kasus dengan terdakwa yang mendapat tuntutan bebas. Pada pasal 1 butir 7 KUHP menyatakan tugas jaksa melimpahkan dan memeriksa agar perkara dilakukan penuntutan.
"Jaksa harus membangun argumentasi hukum dan analisa yuridis sebelum mengajukan tuntutan bebas,"ujar Wayan.
Majelis hakim menunda sidang pembacaan tuntutan untuk terdakwa penodaan agama, Basuki Tjahaja Purnama, hingga 20 April 2017. Sidang ditunda lantaran Jaksa Penuntut Umum belum merampungkan surat tuntutan.
"Untuk memberi kesempatan kepada penuntut umum menyusun tuntutannya, sidang ini ditunda Kamis, 20 April 2017," kata Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto di pengujung sidang yang berlangsung di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa 11 April 2017.