TEMPO.CO, Depok - Wali Kota Depok Muhammad Idris Abdul Shomad mengaku sudah tiga kali mendapatkan surat pemanggilan dari Ombudsman Republik Indonesia. Pemanggilan ini terkait kasus perdata yang diduka penyerbotan tanah 1,9 meter persegi dan dilaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia.
“Semua sudah dijelaskan. Saat pemanggilan ketiga saya sempat kuasakan ke Sekretaris Daerah, Kepala Bagian Hukum Pemkot Depok, dan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja,” kata Idris di Hotel Santika Depok, Rabu, 15 November 2017.
Menurut Idris, telah dilakukan mediasi antara pemilik lahan, Lesmana Edison, dan pemilik ruko sesuai dengan laporan yang masuk ke Ombudsman. Pihak penjual pertama tanah juga ikut dilibatkan untuk mencari solusi. “Kami juga nanti akan meminta ke Badan Pertanahan Nasional untik melakukan pengukuran kembali,” kata Idris.
Idris membantah isu yang beredar bahwa lahan yang dipermasalahkan itu seluas 200 meter persegi. Setelah dilakukan pengecekan, ujar Idris, lahannya hanya sekitar 1,9 meter persegi. “Jangan sampai hanya soal kasus lahan 2 meter menimbulkan kericuhan lainnya,” ujar Idris.
Jika kelalaian ditemukan pada pemilik tanah pertama, maka BPN harus melalukan pengukuran ulang. Setelah penghitung ulang bisa dilakukan penghitungan kerugian. “Nantikan bisa dikalikan luas selisih tanah sama harga lahan yang berada di lokasi tersebut,” kata Idris.
Menurut Idris, setiap pemanggilan selalu mengirimkan utusan ke Ombudsman, yakni Sekretaris Daerah Widyati Riyandani dan Kepala Bagian Hukum Pemkot Depok Lienda Ratna Nurdiany. Pemanggilan ketiga, tim dari Pemkot juga sudah turun dengan membawa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dokumen yang dibutuhkan. “Saya bukannya mangkir, tapi saat itu kan lagi berada di Jepang,” kata Idris.
Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Adrianus Meilala, meminta kepada Wali Kota Depok Muhammad Idris untuk membongkar bangunan yang masuk ke tanah milik Lesmana Edison Silalahi, warga Depok, seluas 1,9 meter persegi.
Pelaporan penyerobotan tersebut telah diproses oleh Ombudsman sejak 2015. “Waktu yang diberikan selama 14 hari kalender,” kata Adrianus. Menurut Adrianus jika peringatan dari Ombudsman tidak digubris, pihaknya akan menempuh jalur lain. “Jika tidak melakukan, maka upaya panggil paksa otomatis ditempuh,” ujar Adrianus.
Adrianus menambahkan, bila Wali Kota Depok menghindar maka dia telah menyalahi Pasal 44 Undang-Undang nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. “Kami akan melaporkan wali kota ke kepolisian dengan sangkaan menghalang-halangi pemeriksaan Ombudsman,” ucap Adrianus.
Menurut Adrianus, Wali Kota Depok adalah pejabat publik pertama yang menolak panggilan Ombudsman. Sedangkan hampir semua menteri dan gubernur telah pernah datang saat dipanggil. “Ini mencerminkan perilaku wali kota yang tidak pas secara kelembagaan,” kata Adrianus.
IRSYAN HASYIM