TEMPO.CO, Jakarta -Bau anyir darah muncul saat sejumlah barang bukti pendukung dikeluarkan polisi dari kantong plastik bening dan karung plastik saat rilis kasus pembunuhan satu keluarga di Tangerang. Tampak bantal boneka bersimbah darah kental yang mulai menghitam.
Sebagian awak media yang berada tepat di depan meja tempat menaruh barang bukti spontan menutup hidung. Bau anyir darah itu adalah hasil perbuatan biadab Mukhtar Effendi alias Pendi atau Abi, 60 tahun.
Pendi adalah saksi mahkota yang berpura-pura menjadi korban pembunuhan dengan menusuk tubuhnya sendiri usai membantai istri sirinya, Titin Suhaema (40), Nova (19) dan Tiara (11). Kini Pendi masih dirawat di RS Polri Kramatjati Jakarta Timur. Statusnya adalah tersangka pembunuhan tunggal.
Baca : Begini Kehidupan Sehari-hari Korban Pembunuhan Satu Keluarga
Siapa Pendi, tak banyak tetangga yang tahu sosoknya. Aini mengatakan Pendi dipanggil Abi di lingkungan jalan Melati IV. Dia menumpang tinggal di rumah istri sirinya itu sejak keduanya menikah 1 tahun 6 bulan lalu.
"Waktu awal di sini rajin ke masjid, berpakaian gamis bersorban, terlihat alim. Belakangan (beberapa bulan ini) tidak pernah nampak ke masjid," kata Aini, seorang warga ditemui Tempo di lokasi rumah duka Perumahan Taman Kota Permai Periuk Kota Tangerang, Selasa, 13 Februari 2018.
Aini mengatakan Abi berjualan parfum dari masjid ke masjid. Sedangkan Ema berjualan pakaian di Pasar Kebun Besar Batuceper. "Keduanya kenal karena berdagang, Bu Ema juga sering ikut bazar pakaian kalau ada event di masjid besar," tutur Aini.
Berbanding terbalik dengan Pendi, Ema dikenal tetangga ramah. Dia kerap menyapa siapa saja yang ditemui di jalan meski sedang menyetir kendaraan.
"Suka buka kaca mobil, kalau papasan di jalan," kata Atun tetangga yang lain. Sehari-hari Ema menggunakan mobil warnanya merah, suka diparkir di teras yang difungsikan sebagai garasi.
Suaminya, kata Atun, cuma menunggang sepeda motor Vega R. Kedua suami istri itu berangkat pagi dan pulang selepas Maghrib. Anaknya Nova berkuliah di bidang kesehatan di kampus kawasan Kebun Jeruk Jakarta Barat. Sedangkan Tiara kelas 5 SD Negeri di daerah Periuk.
Tiara setiap hari menaiki mobil jemputan, pada Senin pagi sopir mobil jemputan sekolah bernama Ismayadi datang menjemput. "Saya klakson, tidak menyahut. Kawan- kawannya di mobil berteriak memanggil namanya tapi tidak keluar, rumah sepi," demikian Ismayadi. Karena tak kunjung keluar, mobil jemputan itupun pergi.
Ismayadi menyebutkan jika kesiangan biasanya Tiara diantar ibunya ke sekolah. Dia terkejut saat sore hari mendengar kabar terjadi pembunuhan satu keluarga di alamat yang sama di mana dia selalu menjemput salah satu penghuninya.
"Saya kaget. Syok hampir tidak percaya, salah satu korbannya Tiara, anak yang saya kenal sebagai anak baik," kata Ismayadi kepada wartawan di rumah duka soal peristiwa pembunuhan satu keluarga tersebut.