TEMPO.CO, Depok - Wali Kota Depok, Mohammad Idris Abdul Shomad menjelaskan somasi yang dilakukan aktivis Ruang Terbuka Hijau (RTH) Movement kepada dirinya salah alamat karena yang seharusnya disomasi adalah pemerintah pusat.
“Harusnya UIII yang disomasi karena menghilangkan RTH 150 hektare, jangan somasi kami yang sedang berupaya,” ujar Idris pada Selasa 13 Februari 2018.
Baca juga:
Wali Kota Depok Akan Disomasi karena Dinilai Tak Peduli RTH
Jokowi Bicara Pentingnya Pembangunan UIII di Depok
Kalla: Universitas Islam Internasional di Depok Sedot Rp 1,5 T
Universitas Islam Indonesia Internasional (UIII) rencananya akan dibangun di lahan eks RRI di Jalan Pemancar, Kelurahan Cisalak, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok.
Tahun lalu Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan peraturan presiden tentang pembangunan kampus UIII pada lahan seluas sekitar 143 hektar di bekas tanah milik RRI.
“Walaupun sudah banyak universitas Islam di Indonesia, universitas internasional ini dibentuk tidak hanya untuk kebutuhan domestik, tetapi untuk menjawab kebutuhan masyarakat internasional, terutama umat Islam internasional," ujar Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan, pada Kamis 18 Januari 2018.
Menurut Idris, upaya somasi oleh RTH Movement seharusnya dilayangkan kepada proyek pembangunan UIII yang dinilainya menghilangkan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Depok.
Pada 12 Februari 2018, aktivis Ruang Terbuka Hijau (RTH) Movement mengancam melakukan somasi kepada Wali Kota Depok Mohammad Idris Abdul Somad karena dianggap tidak peduli mengembangkan RTH di wilayahnya.
“Apabila tidak ada tanggapan dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam dari hari ini, kami akan layangkan somasi sebagai prasyarat melakukan gugatan,” ujar Koordinator RTH Movement Depok, Alfred Sitorus kepada pers pada 12 Februari 2018.
Peraturan saat ini menetapkan pemerintah kota atau kabupaten harus menyiapkan minimal 20 persen RTH dari luas wilayah. Alfred Sitorus menjelaskan Kota Depok yang luasnya sekitar 200 kilometer persegi, masih jauh dari ketentuan tersebut.
Alfred menjelaskan dalam 10 tahun, Pemerintah Kota Depok justru membabat RTH di Jalan Margonda dan trotoarnya. Selain itu mengizinkan pembabatan hutan bambu di bantaran Sungai Ciliwung.
Idris Abdul Somad mengaku sampai saat ini Depok baru memiliki 10 persen ruang terbuka hijau (RTH). Namun pihaknya berupaya untuk memenuhi kekurangannya.
“Iya Kota Depok masih kurang 10% dari yang diwajibkan yakni 20%,” katanya.
Idris menjelaskan somasi atau gugatan dari warga kepada pemerintah merupakan hal biasa dalam hukum demokrasi.
“Gugat menggugat dalam alam demokrasi itu kan biasa dan memang harus ada tempat untuk penyampaian aspirasi masyarakat, kita tidak bisa menghalang-halangi,” ujarnya.
Namun dia mengingatkan RTH Movement bahwa somasinya salah alamat, seharus yang disomasi adalah penyelenggara pembangunan kamus UIII.
Idris membantah tuduhan RTH Movement terkait proyek pembangunan Alun-alun Kota Depok yang dinilai tidak transparan dan tak menjunjung asas perikeadilan bagi warga di bagian barat dan selatan.
Menurutnya, dalam pembangunan proyek alun-alun di komplek perumahan Grand Depok City (GDC) itu melibatkan masyarakat.
Simak juga:
Kemacetan Lalu Lintas Depok Karena Transportasi Publik Buruk
Ribuan Balita Depok Kurang Gizi, Rp 1,3 Triliun Ada di Bank
Awalnya, ujar Idris, alun-alun itu ingin dibuat di daerah Kecamatan Sawangan. Ternyata pemerintah pusat, katanya, tidak mengakomodor usulan Pemerintah Kota Depok untuk memperlebar jalan raya Sawangan.
“Kasihan masyarakat kalau nanti main ke alun-alun jalannya macet. Makanya kebijakan kita mengambil di tengah kota yang relatif bisa terjangkau,” kata Idris. Alun-alun Kota Depok itu akhirnya dibangun di perumahan GDC dengan biaya Rp