TEMPO.CO, Tangerang -Pembebasan lahan untuk pembangunan landasan pacu atau Runway 3 Bandara Soekarno-Hatta berjalan panjang dan alot. Tiga tahun berjalan, pembayaran ganti rugi ribuan bidang tanah di Desa Rawa Rengas dan Rawa Burung belum juga selesai.
Wakil Ketua Pembebasan Lahan PT Angkasa Pura II Kelik Hari Purwanto mengakui rumitnya proses pendataan dan pemberkasan bidang yang akan dibayar AP II menjadi biang utama hambatan pembayaran ganti rugi.
"Padahal kalau uang sudah siap sejak 2015, dana Rp 4 Triliun siap dibayarkan," ujar Kelik kepada Tempo, Sabtu 17 Februari 2018 soal molornya pembebasan lahan landasan Bandara Internasional Soekarno-Hatta tersebut.
Kelik mengatakan proses pembayaran lahan akan dilakukan Angkasa Pura II ketika seluruh berkas dinyatakan benar dan lengkap." Karena kami melakukan pembayaran dengan unsur kehati hatian," kata Kelik.
Baca : Angkasa Pura: Runway 3 Bandara Soekarno-Hatta Selesai September
Proses pemeriksaan berkas ini dilakukan Tim Pembebasan lahan dari Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Provinsi Banten, Kabupaten Tangerang dan Kejaksaan." Bidang tanah dan bangunan yang telah dihitung nilainya, setelah dinyatakan berkas lengkap dan benar baru kami bayarkan," tutur Kelik.
Namun, proses dilapangan tim pembebasan lahan dan Angkasa Pura II menghadapi masalah yang cukup pelik seperti kurangnya kesadaran masyarakat untuk melengkapi surat menyurat aset dan sedikitnya tanah warga yang bersertifikat." Ketika mereka menyerahkan berkas ditulis komplit, tapi ketika diperiksa masih banyak sekali kekurangannya,"kata Kelik.
Kepala Seksi Pengadaan Lahan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tangerang Sugiyadi mengatakan 90 persen status tanah warga di Rawa Rengas dan Rawa Burung adalah tanah adat. "Bukti kepemilikannya hanya Akte Jual Beli, bahkan ada juga yang hanya berita acara kesaksian, segel jual beli, jual beli lisan, bahkan surat pernyataan kesaksian,"k ata Sugiyadi.
Namun, karena menurut aturan itu sah dan bisa diterima, menurut Sugiyadi, tim Pembebasan lahan harus bekerja ekstra keras untuk melengkapi berkas tanah warga tersebut." Karena tanah milik adat belum terdaftar, kami harus melihat dan mempercayai apa yang diterangkan oleh pihak desa."
Selain itu, persoalan lainnya yang menghambat adalah tim pembebasan lahan menghadapi banyak kendala di lapangan dari proses awal pendataan, inventarisasi data fisik dan yuridis.
Menurut Sugiyadi, riak riak masalah sudah dihadapi tim pembebasan lahan dari dimulainya pendataan bidang lahan yang akan dibebaskan. "Dari warga menolak, kelompok warga ada yang menolak inventarisasi data fisik maupun data yuridis. Berbagai alasan menghambat pendataan," demikian Sugiyadi.
Meski berjalan alot, kata Sugiyadi, proses pendataan akhirnya bisa diselesaikan. Namun, setelah pendataan dan penghitungan nilai, warga menolak nilai ganti rugi dan berujung pada unjukrasa penolakan hingga kericuhan.
Buntut dari aksi penolakan yang dilakukan warga Rawa Rengas dan Rawa Burung di Angkasa Pura II, DPRD dan Pemerintah Kabupaten Tangerang hingga DPR RI itu tahapan pembebasanahan itu ditinjau ulang dan dilakukan perhitungan nilai kembali." Jadinya dilakukan perhitungan nilai diulang kembali," kata Sugiyadi.
Menurutnya karena berbagai kendala itu, proses pembebasan lahan Runway 3 Bandara Soekarno-Hatta berjalan lambat terutama di dua desa di Kabupaten Tangerang itu. Progres lahan yang telah dibebaskan hanya mencapai 12 persen di Desa Rawa Rengas, 14 persen di Desa Rawa Burung dari total 2.810 bidang tanah. Sementara di desa Bojong Renged, sudah dilakukan pembebasan 100 persen karena hanya menggusur 56 bidang tanah.