TEMPO.CO, Jakarta - Terpidana kasus ujaran kebencian Buni Yani akan mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung untuk menunda eksekusinya. Kejaksaan Negeri Kota Depok berencana mengeksekusi Buni Yani pada Jumat 1 Februari 2019 setelah kasasi Buni ditolak MA.
Baca: Terancam Penjara 1,5 Tahun, Buni Yani Minta Fatwa Mahkamah Agung
Kasus yang menjerat Buni Yani bermula saat dia mengunggah potongan video Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok ketika masih menjabat Gubernur DKI menjadi 30 detik pada 6 Oktober 2016. Video asli pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik.
Buni dilaporkan ke polisi atas unggahan video tersebut. Buni dinyatakan bersalah telah mengubah video pidato bekas Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, di Kepulauan Seribu. Pengadilan Negeri Bandung memvonis Buni bersalah dan menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara pada 14 November 2017.
Atas vonis tersebut Buni Yani kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Namun PT Jawa Barat menguatkan vonis Buni Yani di PN Bandung. Dia kemudian mengajukan kasasi ke MA, namun ditolak pada 24 November 2018.
Tersangka kasus pelanggaran UU ITE Buni Yani memberikan keterangan pers terkait rencana Eksekusi dirinya di kawasan Jati Padang, Jakarta Selatan, Rabu, 30 Januari 2019. Buni Yani menggelar peryataan terbuka menanggapi rencana eksekusi dirinya oleh Kejaksaan Negeri Depok pada 1 Februari 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis
Buni Yani menuding kejaksaan telah melampaui kewenangannya dalam eksekusi tersebut, setelah MA menolak kasasinya. "Mereka melampaui wewenang, mereka mengarang sendiri kalau mau memasukkan saya ke penjara,” kata dia dihubungi Tempo, Rabu, 30 Februari 2019.
Berikut sejumlah fakta yang Tempo himpun terkait dengan perkara yang menjadikan Buni Yani menjadi terdakwa kasus ujaran kebencian:
1. Tak Ditahan
Polisi memutuskan tidak menahan Buni Yani, tersangka kasus penyebaran informasi yang menimbulkan permusuhan SARA. Hal itu disampaikan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Awi Setiyono di Markas Polda Kamis, 24 November 2016.