TEMPO.CO, Bogor - Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menemukan ada tujuh potensi masalah yang terus terulang dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Baca: Buka Posko Pengaduan PPDB, Ombudsman Sudah Terima 5 Laporan
Baca Juga:
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho mengatakan, selain server yang masih down, potensi masalah yang diduga juga akan muncul tahun ini adalah kesalahan penginputan titik GPS peserta didik. Kesalahan oleh operator ini, baik disengaja ataupun tidak, merugikan calon peserta didik yang menurut sistem zonasi seharusnya masuk ke wilayah terdekat.
“Orang tua murid harus memastikan penguncian titik zonasi ini disaksikan bersama operator, jika perlu foto dan simpan screenshoot titik GPS yang terkunci agar bisa menjadi bukti jika ada pergeseran GPS yang dilakukan oleh operator,” kata Teguh, Jumat 21 Juni 2019.
Potensi masalah berikutnya, yang biasanya dilakukan oleh para orang tua murid adalah membuat Surat Keterangan Domisili dadakan menjelang PPDB.
“Kami mengapresiasi Disdik Jabar yang membentuk tim investigasi untuk mengkaji Surat Keterangan Domisili Asli tapi Palsu ini, namun pemeriksaan dokumen ini harus dilakukan hingga level terendah di sekolah” kata Teguh.
Ombudsman juga menemukan potensi pemanfaatan jalur Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM). Jalur ini membuka peluang terjadinya transaksi Surat Keterangan Tidak Mampu oleh para orang tua murid agar anaknya bisa masuk ke sekolah favorit melalui jalur tersebut.
“Kami akan memastikan bahwa Surat Keterangan Tidak Mampu hanya untuk calon peserta didik yang secara ekonomi tidak mampu tapi tidak mendapatkan fasilitas jejaring sosial seperti KJP, KIP, Keluarga Harapan atau program-program lainnya,” kata Teguh.
Dua hal lain yang berpotensi terjadi berulang di dalam PPDB tahun ini adalah penambahan jumlah Rombongan Belajar (Rombel) dan calon peserta didik titipan.
“Jika ada temuan transaksi seperti ini, kami akan bekerjasama dengan aparat penegak hukum memastikan para pelaku transaksi di proses hukum dan kepesertaan calon peserta didiknya dinyatakan gugur dan dialihkan kepada calon peserta didik yang berhak,” kata Teguh.
Hal terakhir yang menjadi potensi masalah dalam PPDB ini adalah pungutan atau sumbangan selama PPDB. Pungutan tersebut dapat berupa pungutan selama proses PPDB dengan dalih biaya PPDB. Pungutan juga bisa berbentuk permintaan sumbangan oleh sekolah atau Komite Sekolah saat penerimaan PPDB dengan dalih uang bangunan, perbaikan sarana dan prasarana sekolah.
Masalah lain dalam PPDB 2019 ini adalah setiap daerah membuat aturan sendiri yang berbeda dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 51 Tahun 2018 tentang PPDB.
“Di dalam Permendikbud No. 51 Tahun 2018 disebutkan kuota untuk jalur zonasi 90 persen, namun pada juknis PPDB DKI Jakarta disebutkan bahwa jalur zonasi 70 persen,” kata Teguh.
Baca: PPDB SMA: Murid Pintar Terancam Tak Dapat Kursi, Orang Tua Protes
Selain DKI Jakarta, Ombudsman menemukan Provinsi Jawa Barat juga mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) terkait PPDB tersebut. Juknis PPDB Jawa Barat menyebutkan kuota jalur zonasi 90 persen, namun dibagi lagi menjadi zonasi murni 55 persen, jalur Keluarga Ekonomi Tidak Mampu (KETM) & Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) 20 persen, dan jalur kombinasi antara jarak dengan nilai 15 persen.