TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan tersangka yang berencana menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Jokowi-Ma'ruf Amin bermodal bom ketapel meyakini bahwa komunisme semakin berkembang di Indonesia.
Pengakuan itu disebut Argo berasal dari keterangan tersangka FAB yang ikut dalam kelompok 'bom ketapel'.
"Salah satu indikatornya menurut yang bersangkutan yaitu adanya polisi Cina yang diperbantukan saat menangani unjuk rasa di Indonesia," ujar Argo di kantornya pada Senin, 21 Oktober 2019.
Indikator lainnya yang dipercayai FAB, Argo melanjutkan, adalah banyaknya tenaga kerja asal Cina yang masuk ke Indonesia. "Katanya orang Cina juga menguasai pemerintahan, padahal tidak," kata Argo.
Dalam kelompok ini, FAB berperan sebagai salah satu donatur untuk penyediaan perlengkapan dan bahan peledak. Dia memberikan uang Rp 1,6 juta kepada tersangka lain, SH yang berperan sebagai pembuat grup Whatsapp dan penggalangan dana bagi kelompok ini.
Total tersangka dalam kasus ini adalah enam orang yakni SH, E, FAB, RH, HRS dan PSM. Mereka membuat peledak berbentuk bola plastik yang dilontarkan menggunakan ketapel. Bom itu rencananya akan dipakai saat pelantikan Jokowi-Maruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden RI 2019-2024 pada 20 Oktober lalu.
"Rencananya untuk ketapel dan bola karet itu akan dipakai di gedung MPR (lokasi pelantikan Jokowi-Maruf Amin) untuk menyerang aparat," ujar Argo.