TEMPO.CO, Jakarta - Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) angkat bicara terkait polemik Monas sebagai cagar budaya, dari rencana balap mobil Formula E hingga proyek revitalisasi oleh Pemerintah DKI Jakarta.
IAAI secara tegas memprotes revitalisasi Monas dan pemanfaatan sebagai tempat Formula E. "IAAI menyampaikan protes keras atas pelaksanaan revitalisasi dan pemanfaatan yang dilakukan tanpa prosedur yang benar sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku," ujar Ketua IAAI Wiwin Djuwita Ramelan dalam keterangan tertulisnya, Selasa 18 Februari 2020.
Wiwin mengatakan meski lokasi revitalisasi dan Formula E direncanakan di kawasan Medan Merdeka Selatan di lahan kosong, namun telah diatur secara khusus sebagai cagar budaya dalam SK Gubernur 475 Tahun 1993 dan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata nomor 13 tahun 2005. Selain itu kata dia, penataan ulang Monas harus sesuai dengan Keputusan Presiden nomor 25 1995 tentang pembangunan kawasan Medan Merdeka.
Wiwin menyebutkan Pemerintah DKI tidak mengikuti prosedur Keputusan Presiden nomor 25 tersebut dalam proyek revitalisasi karena tidak mengantongi persetujuan komisi pengarah seperti yang telah diatur dalam kepres tersebut. Sedangkan Pemerintah DKI baru mengajukan persetujuan setelah proyek revitalisasi dimulai dikerjakan.
Selain itu kata Wiwin, Pemerintah DKI kemudian juga mencantumkan telah mendapatkan rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) DKI terkait revitalisasi Monas, yang ternyata tidak pernah dikeluarkan oleh TACB. "Pengajuan izin berdasarkan rekomendasi TACB DKI yang pada kenyatannya merupakan kebohongan," ujarnya.
Terkait Formula E, Wiwin menilai menyampingkat kepatutan cagar budaya yang memiliki nilai budaya penting, terutama Monas yang menjadi simbol perjuangan bangsa Indonesia.
IAAI, kata Wiwin, mendesak komisi pengarah agar memcabut izin Pemerintah DKI terkait proyek revitalisasi Monas dan izin Formula E. "Mendesak agar komiso pengarah membatalkan izin," ujarnya.