TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Ombudsman DKI Jakarta Teguh Nugroho mengatakan kebijakan baru Gubernur DKI Anies Baswedan untuk membatasi pergerakan orang bakal sulit diterapkan.
Kendala pertama Peraturan Gubernur DKI nomor 47 tahun 2020 itu adalah tidak memiliki kekuatan hukum untuk menjatuhkan sanksi kepada pelanggar.
"Pelaksanaan di lapangan bakal sangat rumit. Di bandara yang penumpangnya terukur saja, otoritas bandara nggak mampu mengecek surat-surat penumpang," kata Teguh melalui keterangan tertulis, Ahad, 17 Mei 2020. "Apalagi kendaraan pribadi di jalan yang jumlahnya lebih banyak."
Ketua Ombudsman DKI mencontohkan pelonggaran angkutan umum yang diputuskan Kementerian Perhubungan pun sangat sulit diawasi hanya untuk yang dikecualikan saja.
Aturan pelonggaran tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor 25 tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah.
Di lapangan, Teguh melihat, aturan itu menyiksa aparat kepolisian yang mengawasi pergerakan orang. "Sebab hanya Permenhub, jadi tidak diperbolehkan menjatuhi sanksi," ujarnya.
Menurut dia, nasib Pergub pembatasan pergerakan orang keluar masuk DKI ini bakal sama dengan Permenhub 25/2020. "Lama-lama petugas yang bekerja bakal lelah. Sanksi juga gak jelas. Para polisi akhirnya gak sanggup berjaga 24 jam.Hanya untuk berdebat dan menyuruh warga putar balik Kalau warga menolak mereka gak bisa apa-apa," tuturnya.
Ketua Ombudsman DKI menyatakan kebijakan soal izin keluar masuk Jakarta ini bersifat lintas provinsi sehingga sebaiknya aturan ditebalkan bukan melalui peraturan gubernur, melainkan pemerintah pusat. Namun dia paham mengapa Gubernur Anies Baswedan mengeluarkan Pergub baru ini. "Mungkin frustrasi dengan tarik ulur kebijakan pusat yang berubah-ubah."