TEMPO.CO, Jakarta - Udin, 50 tahun, pedagang warung kelontong di sebelah klinik aborsi di Jalan Raden Saleh 1, Jakarta Pusat, menceritakan para pelanggan klinik tersebut mayoritas remaja. Mereka, kata Udin, datang menggunakan mobil.
Hampir setiap hari, Udin menyaksikan para remaja itu mendatangi klinik dr Sarsanto WS, yang kini telah disegel polisi.
"Yang datang banyak pakai mobil. Abis turun dari mobil langsung masuk ke dalam klinik," ujar Udin saat ditemui Tempo di warung miliknya, Rabu, 19 Agustus 2020.
Udin mengatakan sebelum menjadi klinik aborsi, bangunan tersebut hanya rumah biasa. Namun sejak 3 tahun yang lalu, bangunan itu disewa oleh seseorang dan menjadi klinik.
"Saya udah dagang di sini dari tahun 1993. Dulu ini cuma rumah biasa," ujar Udin.
Warga setempat bernama Lukna, 60 tahun, bercerita bahwa para karyawan klinik aborsi kerap membeli makan di kedai yang berada di dekat rumahnya. Namun, kata Lukna, para pegawai itu tak pernah bersosialisasi dengan warga lainnya.
"Pegawainya sombong, jarang ngobrol. Mereka kalau beli makan dibungkus, nggak pernah makan di sini," kata Lukna.
Sebelumnya, polisi membongkar praktik aborsi di Klinik dr. Sarsanto WS alias SWS di Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat pada Selasa, 3 Agustus 2020. Sebanyak 17 orang ditetapkan sebagai tersangka mulai dari tenaga medis, pengelola, calo hingga orang yang melakukan aborsi di tempat itu
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat mengatakan, klinik tersebut telah beroperasi selama lima tahun. Dari catatan pasien mulai Januari 2019 hingga 10 April 2020, kata dia, klinik ini telah melayani 2,638 pasien aborsi."Dalam sehari rata-rata menerima lima sampai tujuh pasien," ujar Tubagus.
Para tersangka di klinik aborsi ilegal itu menghancurkan janin dengan cairan asam dan kemudian membuangnya di kloset. Hal itu dilakukan para tersangka untuk menghilangkan barang bukti.