TEMPO.CO, Jakarta - Matahari tepat di ubun-ubun ketika Junaidi mengelap peluhnya yang bercucuran keringat di tepi Taman Pemakaman Umum atau TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Rabu, 23 September 2020.
Saat nafasnya masih terengah-engah, pria 43 tahun itu sudah harus menggali kembali satu lubang makam untuk jenazah pasien Covid-19.
Petugas Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) itu kemudian kembali menggali lubang kuburan untuk jenazah korban Covid-19 yang baru tiba di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Ranggon itu.
Proses penggalian kubur dan pemakaman jenazah korban Covid-19 di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Rabu, 23 September 2020. Achmad H. Assegaf
Siang itu, mobil ambulans lalu lalang mengantar jenazah korban Covid-19. Setidaknya hingga Zuhur, sudah ada 24 mobil jenazah yang mengantarkan para korban virus Corona itu.
Tidak sendirian, setiap mobil dan peti itu selalu datang diiringi tangisan dan lantunan doa keluarga yang terdengar silih berganti dari kejauhan.
Setiap harinya, sejak pagi pukul 07.00 WIB, kata Junaidi, ia bersama 20 orang rekannya yang sedang bertugas di Blad 100 TPU itu memang selalu bergegas mempersiapkan sejumlah galian liang lahat untuk jenazah yang akan tiba. Namun, mereka seringkali kewalahan karena jenazah berdatangan lebih cepat sebelum semua galiannya tuntas.
“Setiap hari kami harus mempersiapkan, tetapi kadang-kadang karena kejar-kejarannya yang menggali sama jenazah datang itu lebih cepat jenazah yang datang, jadi agak kerepotan saat menggalinya,” kata Junaidi yang ditemui Tempo di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur, Rabu, 23 September 2020.
Menurut Junaidi, ia dituntut berkejaran dengan waktu sejak angka kematian Covid-19 di DKI mengalami lonjakan pesat, khususnya dalam dua bulan terakhir. Berdasarkan pengalamannya, sejak bulan Agustus lalu ia mulai mendapati jumlah jenazah yang dikuburkan di TPU itu masih terus meningkat hingga saat ini.
Dalam beberapa waktu terakhir, ia menaksir, rata-rata korban Covid-19 yang dikuburkan per harinya di TPU itu tak kurang dari 30 jenazah. Bahkan, pada Sabtu, 19 September lalu, tercatat ada 44 jenazah yang dimakamkan dalam sehari. Angka tertinggi sejak bulan Maret.
Jika angka korban yang dikuburkan itu tak kunjung menurun, Junaidi pun memperkirakan kapasitas lahan yang baru saja diperluas beberapa ribu meter persegi itu bisa penuh hanya dalam dua bulan ke depan.
“Melihat rata-rata dari setiap hari 30 saja, paling dua bulan ke depan sudah terisi penuh,” ujarnya.
Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Administrasi Jakarta Timur sebagaimana laporan situs resmi Pemerintah Kota Jakarta Timur pada 9 September lalu, mengimbau warga untuk tidak risau akan kekurangan lahan pemakaman. Sebab, saat itu disebutkan bahwa dari 69 hektare lahan yang ada, masih tersisa lahan 7.000 meter persegi, sehingga dianggap mencukupi untuk pemakaman 1.200 jenazah korban Covid-19.
Gubernur DKI Anies Baswedan juga pernah menyampaikan bahwa selain Pondok Ranggon, ada TPU Tegal Alur sebagai lokasi pemakaman khusus pasien Corona. Masih ada sisa dua hektare lahan di Tegal Alur yang bisa menampung sekitar 3.000 makam.
Jika nanti kedua TPU tersebut penuh, ia pun menyatakan akan menyiapkan tempat pemakaman lain untuk menampung jenazah korban Covid-19.
Tempo telah mencoba menghubungi Dinas Kehutanan DKI untuk menanyakan di mana lokasi yang disiapkan untuk menampung jenazah jika kedua TPU khusus Covid-19 itu penuh. Namun, hingga saat ini, masih belum mendapatkan jawaban.
Namun, permasalahan tentu bukan semata soal lokasi TPU khusus Covid-19. Petugas PJLP penggali kuburan lainnya, Aris, menceritakan bahwa lonjakan angka kematian Covid-19 membuat beban tugasnya berlipat ganda. Jika dulu ia hanya bertugas pada pukul 07.00-16.00 WIB dan memakamkan sekitar 15 jenazah setiap harinya, kini ia bahkan seringkali pulang setelah pukul 22.00 WIB karena jenazah terus berdatangan hingga malam.
Aris pun berharap agar masyarakat lebih mematuhi protokol kesehatan, agar gelombang kematian ini segera berhenti. Sebab, selain kewalahan dan khawatir dengan keluarganya di rumah, Aris merasa sedih menyaksikan banyaknya peti mati Covid-19 yang terus berdatangan diiringi tangisan.
Namun, walaupun dihujam lelah sekaligus pilu, pria 40 tahun itu tetap mengaku bangga dengan tugas yang ia niatkan sebagai bagian dari ibadahnya itu.
“Satu, karena tanggung jawab kita sebagai pekerja. Yang kedua, karena rasa sosial kita juga untuk membantu orang. Ya, mudah-mudahan jadi ladang amal ibadah kita,” kata Aris.
Junaidi, Aris, maupun rekan-rekannya yang lain tentu tidak tahu kapan pandemi Covid-19 akan berhenti mengantarkan peti-peti jenazah ke liang lahat. Namun mereka tahu bahwa tanah di TPU Pondok Ranggon ada batasnya, dan tugas mereka saat ini adalah menggali dan memakamkan para korban di tanah-tanah yang tersisa.
ACHMAD HAMUDI ASSEGAF