Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Ari Fahrial Syam mengatakan beban kerja yang meningkat selama pandemi membuat tenaga kesehatan rentan mengalami stres dan kelelahan kronis. Hasil penelitian FKUI mendapati 83 persen tenaga kesehatan telah mengalami burnout.
"82 persen kategori burnout tingkat sedang dan 1 persen berat. Sedangkan 17 persen bergejala ringan," kata Ari. Penelitian burnout di kalangan tenaga kesehatan Indonesia di masa pandemi ini dilakukan pada Februari-Agustus dengan pengumpulan data pada Juni-Agustus 2020. Jumlah responden mencapai 1.461 orang secara sukarela mengisi kuesioner Maslach Burnout Inventory tervalidasi.
Ari menuturkan terdapat tiga gejala burnout, yakni keletihan emosi, kehilangan empati dan menurunnya rasa percaya diri. Menurut dia, bila burnout ini tidak diatasi bisa berdampak terhadap kesehatan mental tenaga kesehatan hingga kematian karena imunitas mereka menurun.
Dari hasil penelitian itu tenaga kesehatan yang menangani langsung pasien Covid-19 berpotensi hampir dua kali lipat terkena burnout. Sebabnya mereka nyaris tidak pernah beristirahat, kelelahan, dan berpotensi tinggi tertular wabah ini. "Situasi ini membuat kecemasan mereka meningkat sehingga tingkat burnout menjadi lebih tinggi," ujar Guru Besar Penyakit Dalam FKUI ini.
Ari menyarankan pemerintah segera mengatasi hulu masalah ini, yakni dengan mengatur waktu kerja agar proporsional dan penambahan tenaga kesehatan. Ia juga menyarankan pemerintah mengedukasi fasilitas kesehatan untuk memperhatikan gejala burnout tenaga medis serta memberikan layanan konseling psikologis kepada tenaga kesehatan yang membutuhkan.
Kemudian yang terpenting adalah pemerintah melakukan pembatasan yang ketat untuk menekan penularan pagebluk corona ini. "Swab rutin juga perlu dilakukan kepada tenaga kesehatan sebagai bagian dari screening mereka," ujarnya.
Lebih jauh Ari berharap pemerintah juga bisa memberikan keamanan para tenaga kesehatan saat bertugas dengan menyiapkan alat perlindungan diri yang lengkap dan selalu tersedia. "Untuk membuat ketenangan nakes senjata (APD) harus siap. Jangan sampai kekurangan."
Menurut dia, minimnya APD bisa berdampak terhadap keselamatan tenaga kesehatan. Hingga pekan lalu, kata dia, Ikatan Dokter Indonesia telah menyatakan 115 dokter gugur karena Covid-19. Tingginya angka kematian dokter dan tenaga kesehatan itu menandakan persoalan kritis dalam penanggulangan wabah.
Sebagai garda terakhir penanggulangan Covid-19, kata dia, pemerintah harus memperhatikan keselamatan tenaga kesehatan. Semakin banyak tenaga kesehatan yang tumbang bakal berimbas terhadap penanganan pasien. Situs laporcovid.org mencatat hingga Selasa, 29 September 2020, dokter yang meninggal telah mencapai 131 orang, perawat 95 orang, dokter gigi 8 orang dan bidan enam orang. "Jangan biarkan tenaga kesehatan berperang tanpa senjata yang memadai karena mereka mempertaruhkan nyawa," ucapnya.