TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono memperkirakan dua penyebab lonjakan kasus Covid-19 di DKI Jakarta. "Sebenarnya lonjakan Covid-19 beberapa hari ini sudah bisa diperkirakan sebelumnya. Bukan hanya karena imbas libur panjang kemarin," kata Tri saat dihubungi, Jumat, 25 Desember 2020.
Menurut dia, lonjakan kasus Covid-19 di Ibu Kota terjadi pertama karena masyarakat semakin abai terhadap protokol kesehatan. Kedua, kata dia, pemerintah tidak mengindentifikasi kasus baru dengan baik karena berpedoman dengan peraturan Kementerian Kesehatan yang baru.
Berdasarkan pedoman penanganan Covid-19 yang baru dari Kementerian Kesehatan, kata Tri, pemerintah tidak diharuskan untuk melacak atau melakukan kontak tracing terhadap orang yang tidak mengalami gejala. Walhasil, OTG berpotensi menularkan kepada orang lain.
Baca juga: Depok Siapkan PSJ UI Jadi Tempat Isolasi Mandiri Pasien Tanpa Gejala COVID-19
Belum lagi mereka juga tidak perlu dites swab jika 10 hari tidak mengalami gejala. "Padahal harusnya untuk mengantisipasi penularan Covid-19, pemerintah harus berinisiatif tetap melakukan tes swab. Karena membiarkan OTG di luar sangat berbahaya."
Selain itu, masyarakat pun masih menstigma negatif orang yang tertular Covid-19. Sehingga orang yang pernah kontak erat dengan pasien Covid-19 sebagian menghindari tes usap yang ingin dilakukan pemerintah.
"Ini yang membuat kasus di DKI dan provinsi lainnya di Indonesia sulit terkendali. Karena pemerintah tidak bisa melacak dengan baik dan mengisolasi orang yang tertular."
Seperti diketahui, kemarin Pemerintah DKI melaporkan penambahan kasus Covid-19 di Ibu Kota hingga hampir 2.000 orang per hari. Angka yang dilaporkan tersebut memecahkan rekor penambahan kasus harian di DKI, sebelumnya yang mencapai 1.500 kasus per hari.