TEMPO.CO, Depok - Terdakwa perkara kekerasan seksual di gereja, Syahril Parlindungan Marbun diduga masih bebas menggunakan alat komunikasi meski sudah berada di dalam tahanan. Akun media sosial LinkedIn milik Syahril aktif baru-baru ini, dan beberapa aktifitas terlihat seperti membalas komentar hingga menyukai beberapa postingan dari akun lain.
Penasihat hukum korban, Azas Tigor Nainggolan telah mengetahui informasi itu sejak beberapa hari terakhir. "Sejak kemarin saya sudah dapat kabar, media sosialnya aktif," kata Tigor dikonfirmasi Tempo, Rabu 2 Juni 2021.
Tigor menyayangkannya karena aparat hukum masih memberikan kebebasan kepada terdakwa untuk berkomunikasi menggunakan ponselnya. Padahal, di dalam tahanan, terdakwa dalam pembinaaan.
"Kalau masih aktif di media sosial dan membawa ponsel, bagaimana pembinaan bisa berjalan?"
Aturan tidak boleh membawa ponsel telah diatur dalam Pasal 4 huruf j Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Tigor meminta rumah tahanan tempat Syahril ditahan, dapat menindak tegas temuan penggunaan ponsel terdakwa perkara kekerasan seksual terhadap anak itu.
Menurut Tigor, hukumannya pun sudah dijelaskan, bisa berupa pengasingan dalam sel hingga tidak mendapatkan hak remisi, cuti mengunjungi keluarga, cuti bersyarat, asimilasi, cuti menjelang bebas, dan pembebasan bersyarat dalam tahun berjalan dan dicatat dalam register F.
Tigor akan melaporkan temuan itu kepada Dirjen PAS Kemenkumham, jika tak ada tindakan tegas dari pihak rumah tahanan. "Saya minta Kepala Rutan bisa menindak tegas, atau kalau perlu saya akan laporkan temuan ini ke Dirjen PAS."
Syahril adalah mantan pembina Misdinar di Gereja Paroki Santo Herkulanus. Dia ditangkap polisi pada Ahad, 14 Juni 2020, karena tersangka pelaku kejahatan seksual terhadap putra altar di gereja itu.
Korban dan pengurus Gereja Paroki Santo Herkulanus menggelar investigasi internal. Dari investigasi itu terungkap, sedikitnya ada lebih dari 20 anak menjadi korban kekerasan seksual oleh pelaku. Jumlah itu terhitung sejak pelaku diberi amanah menaungi anak-anak itu sejak awal 2000.
Pada Rabu, 6 Januari 2021, Pengadilan Negeri Kelas I B Kota Depok, memvonis Syahril dengan hukuman 15 tahun penjara serta denda Rp 200 juta. Selain dipidana, terdakwa kekerasan seksual itu juga diwajibkan membayar restitusi kepada para korbannya sekitar Rp 18 juta per orang.
Baca: Cegah Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, Ini Saran Komnas Perempuan