Beruntung satu rumah sakit mempersilakan ayah Evi datang ke IGD untuk sekadar mendapat infus, tapi tetap harus antre. Keluarga Evi tak sampai hati melihat ayahnya harus menunggu. Sebab, ayah sempat tidak sadarakan diri, makan pun susah.
Evi mencoba cara lain dengan mengecek fasilitas kesehatan terdekat melalui situs Dinas Kesehatan Bandung. Dia mendapati ada lima puskesmas di kecamatannya. Satu nomor ternyata salah. Dua lainnya tidak diangkat, satu salah sambung.
Satu nomor lagi menjawab, tapi rupanya domisili sang ayah beda wilayah. Operator memberikan nomor petugas, tapi tak ada respons ketika dihubungi via Whatsapp.
Evi akhirnya berburu tabung oksigen di toko daring, mencari obat sendiri, dan konsultasi dengan dokter yang bisa dikontak.
Warga membawa tabung oksigen usai isi ulang tabung di kawasan Manggarai, Jakarta, Senin, 28 Juni 2021. Permintaan pengisia tabung oksigen rumahan dan rumah sakit mengalami kenaikam 100 persen sejak lonjakan kasus Covid-19 di DKI Jakarta. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
"Upaya lain yang kami lakukan, dan lumayan berhasil, seluruhnya kami upayakan di luar sistem kesehatan nasional, alias pakai mekanisme pasar," ujar Pemimpin Redaksi Project Multatuli itu.
Akhirnya Evi menemukan jalan keluar. Dia berhasil mendapatkan satu rumah sakit yang bisa menampung ayahnya. Akan tetapi, rumah sakit itu berlokasi di wilayah Kabupaten Bogor.
Selanjutnya, ada rumah sakit yang bisa merawat, tapi di Kabupaten Bogor