TEMPO.CO, Jakarta- Partai Solidaritas Indonesia atau PSI meminta Gubernur Anies Baswedan menjelaskan pengadaan lahan di Jalan Sarjana, Kelurahan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan untuk pengadaan tanah pemakaman Covid-19.
Menurut anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI dari Fraksi PSI, Justin Adrian, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pengadaan tersebut lebih mahal Rp 3,33 miliar.
Adapun total pengadaan oleh Dinas Pertamanan dan Hutan DKI itu sebesar Rp 71,24 miliar menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun 2020. Justin mengatakan mulanya anggaran pengadaan tanah dihapus lantaran APBD defisit akibat pandemi.
"Tapi kami heran mengapa tiba-tiba Pak Anies meminta anggaran Rp 219 miliar untuk pengadaan tanah makam Covid-19, sementara sebenarnya Pemprov masih memiliki banyak tanah," ujar dia dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 23 Agustus 2021.
Justin menyebut bahwa anggota dewan sudah mempertanyakan dugaan pemborosan itu dalam rapat paripurna, namun, tak dijawab oleh Pemprov DKI. Menurut Justin, total anggaran pengadaan tanah makam Covid-19 adalah Rp 219 miliar dan terealisasi Rp 186,24 miliar. Uang itu dipakai untuk membeli tanah makam di 5 lokasi, salah satunya di KelurahanSrengseng Sawah seluas 1,43 hektar.
Terdiri dari 6 bidang, harga satuan untuk 4 bidang tanah sebesar Rp 5,2 juta per meter persegi, sedangkan 2 bidang lainnya Rp 4,75 juta per meter persegi. Dalam laporannya, BPK menemukan 4 kejanggalan pengadaan tanah, pertama adalah lokasi tanah yang berada 50 meter dari Jalan sarana. Kedua adalah tak ada akses ke tanah makam sehingga harus melalui jalan setapak di atas tanah milik warga.
Kejanggalan ketiga adalah tanah berada di cekungan, yaitu tiga meter di bawah Jalan Sarjana. Terakhir, lokasi tanah berada di zonasi H.3 pemakaman yang tidak bisa dipakai untuk bangunan dan mendapatkan IMB.
Namun, perhitungan harga pasar menggunakan tanah pembanding dengan peruntukan zonasi R.9 rumah KDB rendah. Menurut Justin, dengan adanya kejanggalan itu seharusnya harga tanah tersebut lebih rendah dibandingkan sekitarnya. "BPK menemukan bahwa Pemprov DKI tidak memperhitungkan 4 faktor tersebut sebagai komponen yang mengurangi harga dan tidak diperhatikan saat negosiasi harga dengan pemilik tanah," kata Justin.
BPK lantas meminta Dinas Pertamanan dan Hutan Kota menghitung ulang harga pasar. Dari situ lah ditemukan bahwa pengadaan tanah tersebut lebih mahal Rp 3,33 miliar. Mereka juga mengatakan Anies sudah mendapat laporan kajian awal dari Dinas Pertamanan sebelum transaksi pengadaan tanah terjadi.
Justin mengatakan laporan ke Anies Baswedan itu menerangkan kondisi status tanah, kesesuaian dengan kebutuhan pemerintah, serta penilaian kelayakan. "Oleh sebab itu Pak Gubernur tidak bisa bilang tidak tahu atau melempar kesalahan kepada anak buah," tutur Justin.
Baca juga: Akui Sempat Kewalahan Soal Pemakaman Covid-19, DKI: Sempat 407 Jenazah Sehari
ADAM PRIREZA