"Padahal SKB 3 Menteri ‘hanya’ memperingatkan agar JAI tidak melanggar UU PNPS 1965 dan menghentikan kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran Agama Islam,"kata Halili.
SETARA Institute juga mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para menterinya mencabut SKB 3 Menteri 2008 yang dianggap telah memantik terjadinya begitu banyak pelanggaran terhadap JAI. Mengacu pada data longitudinal Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) SETARA Institute, dalam lima tahun terakhir saja, JAI menjadi korban pelanggaran KBB dalam 54 peristiwa dan 83 tindakan.
SETARA Institute juga mengecam pernyataan MUI tentang penyegelan masjid Al-Hidayah oleh Pemkot Depok sudah sangat tepat untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kejadian seperti di Sintang. Pandangan MUI ini dianggap menegaskan mayoritarianisme sebagai persoalan kebinekaan dan kerukunan beragama.
"Yang mana hak-hak minoritas seringkali dikorbankan dalam relasi-relasi sosio-keagamaan, bahkan dengan alasan untuk mencegah terjadinya eskalasi konflik yang seringkali dipicu oleh kelompok intoleran yang mengatasnamakan mayoritas," kata Halili.
Satpol PP Kota Depok saat menyegel lokasi kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di RT03/RW07, Kelurahan Sawangan Baru, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, Jawa Barat, Jumat 22 Oktober 2021. TEMPO/ADE RIDWAN
Terakhir, SETARA Institute juga mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menjamin keamanan kemanusiaan dan properti komunitas Jemaah Ahmadiyah Indonesia di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, termasuk di Depok. Menurut Halili, anggota dan pengurus JAI menyandang hak konstitusional dan kebebasan dasar sebagai warga negara yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara.
Baca juga: Pengurus Sebut Masjid Ahmadiyah Depok Punya IMB Rumah Ibadah Sejak 2007