Didi Suwandi, ketua Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (F-MRM), mengatakan kasus Rayhan adalah salah satu dampak fatal pencemaran debu batu bara akibat bongkar muat yang dilakukan PT KCN di Pelabuhan Marunda, kurang 5 kilometer dari rusunawa.
“Ada juga yang iritasi kulit gatal-gatal karena baju yang dijemur terkena batu bara, ada juga yang mengalami gangguan pernapasan atau ISPA,” kata Didi usai acara deklarasi pencemaran debu batu bara di Blok A Rusunawa Marunda.
Ia mengatakan pencemaran sudah terjadi sejak 2019 dan sampai sekarang belum ada titik terang terkait masalah ini. Didi menuduh pencemaran debu batu bara ini karena PT KCN tidak memiliki AMDAL dan hanya memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL). Ia juga mengklaim PT KCN melanggar UKL-UPL.
“PT KCN tidak mempunyai sarana bak pencuci roda truk pengangkut batu bara, sehingga debu batu bara yang menempel pada roda truk mengotori jalanan umum,” kata Didi.
Ia mengatakan PT KCN juga tidak melengkapi jaring pengaman, jaring basah, dan intensitas penyiraman yang kurang. Hal itu menyebabkan polusi debu batu bara mencemari wilayah sekitarnya, terutama Rusunawa Marunda.
F-MRM juga akan menyurati pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Perhubungan, yang membawahi Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas pelabuhan (KSOP). Menurutnya, KSOP juga bertanggung jawab mengawasi dan menindak pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha pelabuhan.
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Utara Achmad Hariadi mengatakan belum bisa mengonfirmasi pertanyaan Tempo apakah ada kesalahan tata kelola atau pelanggaran UKL-UPL yang dilakukan PT KCN.
“Belum bisa konfirmasi dulu karena hasil pengawasan lingkungan dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup termasuk pelanggaran,” kata Achmad Hariadi saat dihubungi Tempo. “Saya masih tunggu arahan dari Dinas Lingkungan Hidup.”
Selanjutnya: PT KCN bantah melanggar AMDAL