Rancangan dokumen ini juga mengutip kajian Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA) yang menjelaskan, Jakarta rentan terhadap dampak perubahan iklim. Daerah yang terdampak perubahan iklim terlihat dari kerap terjadinya bencana hidrometeorologis, seperti banjir, longsor, dan angin puting beliung.
Posisi Jakarta pun berada di wilayah pesisir landai. Data pemerintah DKI menunjukkan, 40 persen area daratan Jakarta berada di bawah muka laut rata-rata.
Sebanyak 13 sungai besar juga melewati Jakarta yang sebagian besar hulunya sungai berlokasi di selatan luar Ibu Kota.
Sejarah banjir di Jakarta memperlihatkan luasan genangan cenderung meningkat pada periode 1980-2013. Luas genangan pada 1980 mencapai 7,7 kilometer persegi. Angka ini naik tiga kali lipat menjadi 22,59 kilometer persegi pada 1996.
Luas genangan di Jakarta kembali melonjak drastis pada 2002 (167,88 kilometer persegi) dan 2007 (238,32 kilometer persegi). "Banjir besar kembali terjadi tahun 2013 (luasan banjir 241 kilometer persegi)."
Tren banjir Jakarta menurun sejak 2016, jika mengacu pada jumlah RW terdampak. Luas genangan di tahun itu tercatat 152,5 kilometer persegi. Tahun-tahun berikutnya angka genangan terus melandai menjadi 139,12 kilometer persegi (2017); 79,71 kilometer persegi (2018); dan 84,46 kilometer persegi (2019).
Baca juga: Wagub DKI Sebut Banjir Jakarta karena Tingkat Permukaan Rendah