Padahal, menurut warga, Asmuni, 32 tahun, ia membeli tanah itu tahun 2000 dari seorang penggarap dan diizinkan oleh lurah saat itu. "Tanah itu dulu yang kerjain penggarap, terus dijual ke kami," katanya. Ayah dua anak ini menangis saat menceritakan nasibnya di hadapan Wakil Ketua II Komnas HAM, Sallahuddin Wahid.
Penggusuran yang terjadi di pagi hari itu dilakukan oleh aparat Tramtib dan Banpol kantor Wali Kota Jakarta Utara. "Mereka (Aparat Tramtib) bilang, di sini tidak berlaku hukum. Yang berlaku hanya duit," kata Asmuni, mengutip perkataan petugas yang menggusur rumahnya.
Baca Juga:
Saat ini Asmuni mengaku bingung akan tinggal di mana. "Saya beli tanah itu Rp 12,5 juta dan dibilang sama lurahnya (waktu itu) yang bagus ya bangun rumahnya, biar dapet ganti ruginya banyak. Boro-boro ganti rugi," katanya sambil terisak. Asmuni menambahkan, warga pernah ditunjukkan foto kopi surat kepemilikan tanah yang ditempatinya oleh aparat kelurahan. Tapi, surat itu hanya diperlihatkan dari jauh.
Yophiandi - Tempo News Room