"Kami mengejar Agus dan pengikut dekatnya yang bernama Putra," kata Kepala Kepolisian Sektor Metro Pasar Minggu Komisaris Maryoto di markas Agus kemarin. Ia menuturkan, telah memeriksa lima saksi sekaligus menyita foto dan gambar. Mereka dibebaskan karena tak cukup bukti sebagai tersangka.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Zulkarnain Adinegara, tersangka akan dijerat dengan Pasal 269 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang perbuatan cabul dengan hukuman sembilan bulan penjara. Untuk menjerat dengan penistaan agama, perlu payung hukum berupa surat keputusan bersama tiga menteri, yakni Jaksa Agung, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri.
Polisi menggerebek markas komunitas itu, Senin lalu. Kasus terbongkar setelah Ratna, 33 tahun, meninggal dunia lantaran sakit beberapa hari lalu. Eko, 25 tahun, bekas pengikut Agus, mengungkapkan bahwa Agus melarang Ratna dibawa ke rumah sakit dan minum obat. Alasannya, hanya Agus yang bisa menyembuhkan. Setelah Ratna meninggal, beberapa anggota komunitas, dari total sekitar 40 orang, "menggugat" Agus. "Tapi Agus kabur," ujarnya di markas Agus kemarin.
Markas itu berukuran 6 x 8 meter dengan pagar bambu di permukiman padat penduduk. Rumah berlantai dua itu beratap tripleks. Di dalam rumah terdapat poster bergambar Soekarno, tokoh-tokoh pewayangan, serta Garuda Pancasila. Akses ke sana hanya jalan setapak sempit di antara deretan rumah.
Menurut Eko, pada 2000 Agus tinggal di Kampung Ambon, Jalan Jambrut, Pulomas, Jakarta Timur, lalu pindah ke rumah orang tua Agus di Jalan Masjid Al-Muawamah 2, Kampung Rawa Aren, RT 07 RW 12, Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur, selama enam bulan pada 2002. Markas pindah lagi ke rumah Kusmana di Kebagusan 2 hingga kini.
Sejumlah bekas tetangga Agus di Bekasi Timur menuturkan, Agus adalah anak ke-12 pasangan Rosid (almarhum) dan Sumiyem--meninggal 6 Oktober 2008. Ayah dua anak ini menganggur dan senang bersemadi di rumah orang tuanya.
JOBPIE S | AMIRULLAH | HAMLUDIN