TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil akan mengadukan Polda Metro Jaya ke Ombudsman RI karena menolak laporan dugaan gratifikasi Luhut Binsar Pandjaitan. Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nelson Nikodemus Simamora mengatakan Polda Metro Jaya gagal melaksanakan kewajiban pelayanan publik.
“Iya nanti akan ke Ombudsman karena penolakan laporan minggu ini. Kita punya bukti Polda Metro Jaya menolak laporan dengan mengatakan kami hanya bisa mengajukan surat,” kata Nelson saat dihubungi Tempo, Sabtu, 26 Maret 2022.
Menurut Nelson, kepolisian seharusnya melakukan fungsi pelayanan publik, termasuk memberikan keadilan bagi masyarakat yang melapor ke polisi.
“Sebetulnya polisi tidak boleh menolak laporan yang masuk karena hak dan kewajiban membuat laporan masyarakat tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” katanya.
Nelson mengatakan Koalisi Masyarakat Sipil masih membahas apakah penolakan laporan ini akan diadukan ke Ombudsman, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komnas HAM, atau ke internal Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propram) Polri.
“Kita masih belum putuskan mau dibawa ke mana. Yang pasti penolakan kemarin harus ada pemeriksaan. Ini kan dugaan pelanggaran penanganan laporan,” katanya.
Nelson menceritakan, saat menolak laporan, petugas Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya tidak bisa dengan tegas menjawab alasan penolakan laporan terhadap dugaan gratifikasi Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan selama menjadi Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
“Padahal jelas Pasal 6, 7, 8, 9, Undang-undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana apabila ada masyarakat yang melaporkan atau mengadukan tindak pidana wajib diterima, dicatat, dan ditindaklanjuti,” ujarnya.
Nelson juga mengkritik pernyataan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Auliansyah Lubis yang mengatakan dugaan tindak pidana korupsi tidak bisa diadukan lewat laporan polisi atau LP, tapi bentuknya adalah pengaduan atau laporan informasi.
Berdasarkan KUHAP, kata Auliansyah, pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikan.
"Berbeda dengan laporan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwewenang telah tahu atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana," kata Auliansyah.
Nelson menampik pernyataan Auliansyah, menyebut masyarakat bisa melaporkan adanya tindak pidana mengacu pada Pasal 165 KUHP yang mengatakan setiap orang yang mengetahui adanya tindak lidana wajib melaporkan atau jika tidak maka dikenakan hukuman. Sedangkan, lanjutnya, laporan informasi justru untuk laporan intelijen.
“Kami berdebat berjam-jam tetapi mereka (polisi) tidak bisa menerangkan dalil alasan menolak laporan. Kami malah disuruh mengajukan surat. Loh kita kan mau memasukan laporan pidana supaya masuk mekanisme formal di mana ada hak dan kewajiban,” kata Nelson.
Pesan Tempo kepada Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Auliansyah Lubis, untuk mengonfirmasi hal ini belum dibalas ketika berita ini ditulis.
Pada Rabu, 23 Maret 2022, Kepala Advokasi dan pengacara Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta Nelson Nikodemus Simamora mengatakan laporan Koalisi Masyarakat Sipil terhadap Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan ditolak polisi.
Menurut Nelson, dia sempat berdebat ketika diminta pihak SPKT Polda Metro Jaya untuk berkonsultasi dengan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Polda Metro Jaya soal laporan dugaan korupsi tersebut.
Laporan dugaan Luhut terima gratifikasi itu adalah pelaporan balik yang dilakukan Direktur Lokataru Haris Azhar. Sebelumnya, Haris dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Luhut.
Baca juga: Bantah Tolak Laporan Gratifikasi Luhut Pandjaitan, Polda Metro Jaya Buka Suara