Berikut wawancara Syahdan Husein seputar peristiwa penangkapannya dan pandangan dia soal gerakan mahasiswa.
Apa kabarnya saat ini mas?
Baik, Alhamdulillah...
Bisa diceritakan soal peristiwa penangkapan Anda saat demo 21 April?
Saat itu saya ditanya dulu, dari mana? Saya bilang saya dari rakyat. Rakyat mana? Ya, rakyat Indonesia gitu. Leher saya langsung dipiting, terus ditendang pantat belakang saya. Saya jalan dipaksa, terus diteriakin polisi, provokator nh. Lalu saya diseret ke mobil polisi.
Setelah turun dari mobil polisi dan tiba di Posko (Posko Polisi di Monas). Saya merasakan luka di bagian belakang dada saya, pinggang bawah. Saat berjalan, tiba-tiba dipukul nih oleh orang berseragam, tinggi gitu orangnya karena dia lewat aja, mau lewat ceritanya, tapi sengaja.
Dia pukul belakang kuping saya sebelah kiri. Sampai sekarang saya masih sulit mendengar. Sekarang saya mau ke rumah sakit untuk periksa. Saat itu saya bilang, siapa yang mukul, tapi mereka sengaja ngumpetin. Di dalam Monas itu semua isinya polisi, tidak ada media. Di situ saya berdebat dengan polisi soal kesalahan saya apa, tapi enggak ada yang bisa jawab. Mereka hanya bilang, enggak boleh (demo) karena saya bukan mahasiswa lagi.
Saya mencoba menghubungi kawan-kawan untuk ke lokasi untuk mendampingi saya, tapi handphone saya enggak dikasih, mau ditahan.
Apakah Anda mengalami kekerasan juga saat di dalam Posko di Monas?
Saya dipukulin, dikerubutin juga di dalam pos itu tapi saya lawan, saya enggak takut. Melawan dengan hak-hak saya untuk menyatakan pendapat. Dan saya ini melakukan apa, provokasi apa, apa salahnya gitu saya bukan mahasiswa. Saya juga tergabung gerakan Blok Politik Pelajar.
(Sebelumnya Blok Politik Pelajar menyebut Syahdan yang ditangkap saat demo 21 April adalah anggota mereka. Karena itu mereka meminta agar dia dilepaskan).
Apakah betul pernyataan polisi jika Anda melakukan provokasi?
Mungkin itu dianggap provokasi ya oleh polisi, tapi itu bagian dari protes saya sih. Sudah beberapa tahun lalu gerakan mahasiswa ini telah membajak gerakan lainnya, sehingga hanya gerakan mahasiswa saja yang dianggap sebagai perwakilan dari gerakan yang ada.
Begitu juga turunnya rezim Soeharto gitu, bahwa dianggap kekuatan mahasiswa adalah kekuatan yang netral dan paling suci sehingga gerakan-gerakan pemuda lainnya mulai tersingkir. Saat ini, saya lihat rakyat sendiri saja sudah kehilangan politik.
Maksudnya?
Rakyat dianggap berpolitik, ya harus masuk partai politik. Sementara partai politik, tidak berpolitik untuk rakyat. Dia politik elite borjuasi, oligarki, dan kepentingan koorporasi.
(Syahdan mencontohkan soal RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS yang berlarut - larut dibahas di DPR dan baru saja disahkan setelah gerakan masyarakat sipil melakukan berbagai aksi di jalan).
Contoh lain?
Ada RUU Omnibus Law dan revisi UU KPK yang datangnya langsung dari partai politik tanpa melibatkan rakyat untuk berpartisipasi. Ini karakter partai politik saat ini. Nah muncul juga partai mahasiswa yang tak jelas muncul dari mana.
Selanjutnya: Soal hanya mahasiswa yang boleh demo...