MRT Jakarta Kelola 5 Kawasan TOD
Pemerintah DKI saat ini telah menunjuk MRT Jakarta untuk mengelola lima kawasan TOD, yakni Lebak Bulus, Fatmawati, Blok M—Sisingamangaraja, Istora, dan Dukuh Atas. MRT Jakarta pun telah membentuk anak usaha untuk mengelola kawasan tersebut, yaitu PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ) dan PT Integrasi Transit Jakarta (ITJ).
Kedua anak usaha itu akan mengelola estate management dan pembangunan sarana prasarana publik misalnya akses antara stasiun MRT Jakarta dan gedung-gedung di sekitarnya. Termasuk kegiatan komersial di ruang publik radius hingga 700 meter dari stasiun MRT Jakarta, hingga pembangunan ruang usaha dan hunian terjangkau.
Tujuan pembangunan itu semua adalah untuk perbaikan livelihood masyarakat dan keterangkutan (ridership). Realisasi bisnis TOD ini memang relatif bersifat jangka menengah dan panjang. “Rencana pengembangan kawasan ini memang baru bisa terlihat pada 2030,” ujarnya.
Dalam pengembangan hunian di kawasan TOD, kata Raihan, MRT Jakarta telah menyiapkan sejumlah strategi di antaranya dengan mendirikan bangunan baru seperti proyek hunian vertikal OneBell Park yang sedang tahap konstruksi.
Strategi lain dalam penyediaan hunian di kawasan TOD adalah dengan akuisisi hunian seperti hotel dengan tarif murah, indekos, dan hunian bertingkat murah. Selain itu, MRT juga bakal mengakuisisi rumah, ruko, gudang, dan perkantoran yang menganggur untuk dikembangkan menjadi satu kesatuan kawasan bisnis properti di TOD MRT Jakarta.
“Proses akuisisi sejumlah bangunan yang kosong atau tidak dimanfaatkan di sejumlah kawasan Stasiun MRT telah berjalan tahun ini,” ucapnya.
MRT Jakarta Incar Properti Mixed Use
Ke depan, persero juga sedang mengusulkan sejumlah pembangunan propserti yang bersifat mixed use atau gabungan antara hunian dan pusat retail. Salah satu pengembangan properti mixed used yang sedang diusulkan berada di bekas terminal Blok M dan Lebak Bulus.
Pada saat ini, usulan pembangunan kawasan hunian dan retail tersebut sedang dalam tahap perizinan. “Pengembangan hunian dan retail di Lebak Bulus juga bersamaan dengan pengembangan park and ride,” ucapnya. “Di Fatmawati dan Blok A juga ada beberapa lokasi yang bisa dikembangkan untuk bangunan mixed used.”
Untuk skema pendanaan infrastruktur yang akan dibangun di kawasan beroritentasi transit MRT Jakarta telah diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 15 tahun 2020.
Anggaran pembangunan infrastruktur itu bisa bersumber dari pemenuhan kewajiban MRT Jakarta atas pendistribusian intensitas melalui peningkatan koefisien lantai bangunan rata-rata kawasan, anggaran MRT Jakarta, pinjaman, perjanjian atau kontrak dengan pihak lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melihat bisnis properti di kawasan TOD Stasiun MRT memang menjadi peluang besar dalam meningkatkan pendapatan perusahaan.
Menurut Bhima, pengembangan bisnis properti yang dilakukan MRT cukup strategis terutama untuk membangun gedung atau hunian bertingkat di sepanjang jalur yang sudah eksisting maupun dalam fase pengembangan jalur Ratangga yang sedang berjalan.
“Di sepanjang jalur pengembangan MRT demand hunian apartemen tinggi sekali,” ucapnya. “Jika apartemen dapat langsung akses ke dalam stasiun MRT bisa lebih menarik bagi calon konsumen.”
Namun, pengembangan bisnis properti untuk di kawasan TOD Stasiun Lebak Bulus dan Fatmawati tidak akan mudah karena biaya penyediaan lahan yang sudah cukup tinggi. MRT Jakarta, menurut dia, bisa menghadapi tantangan tersebut dengan menarik investor untuk pengembangan bisnis properti di sekitar kawasan tersebut. “Investor khususnya Jepang tertarik masuk ke sektor properti,” ucapnya.
Selain itu, MRT Jakarta juga perlu mengembangkan lebih luas ruang iklan untuk pemasukan nontiket. Bhima melihat masih banyak ruang di kawasan yang dikembangkan MRT masih kosong dan bisa dimanfaatkan untuk tempat pemasangan iklan.
“Perusahaan di perbankan, asuransi dan consumer goods beriklan di transportasi publik itu sangat efektif. Mungkin pihak manajemen MRT perlu lebih agresif membuka ruang kerjasama dengan perusahaan potensial.”
Selain itu, ruang seperti coworking space di sudut stasiun MRT Jakarta dengan akses internet yang baik juga bisa menjadi pendapatan tambahan di luar tiket. Permintaan coworking space yang meliputi ruang rapat kecil, hingga individual room masih cukup tinggi di kawasan Jabodetabek. Di sisi lain, penyewaan cafe dan restoran juga masih bisa didorong. “Terutama paska pandemi reda di mana mobilitas pekerja kantoran mulai kembali normal. Tempat penyewaan café dan restoran juga perlu masuk dalam rencana pengembangan,” ujarnya.
IMAM HAMDI
Pilihan Editor: MRT Jakarta Targetkan Gen Z Jadi Pembeli Hunian di Kawasan TOD