TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Michael Rolandi Cesnanta Brata menjelaskan langkah Pemprov DKI dalam kasus pembebasan lahan pembangunan flyover Pramuka, Jakarta Timur. Michael mengatakan Pemprov DKI Jakarta telah meminta pendapat hukum dari penasehat hukum negara, yaitu Kejaksaan Tinggi (Kejati) dalam menyelesaikan masalah itu.
“Disampaikan bahwa Pemprov DKI tidak bisa membayar dua kali,” kata dia saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 1 Juni 2023.
Selasa lalu, Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyatakan akan mengawal masalah pembayaran pembebasan lahan untuk pembangunan kupingan jalan layang atau flyover Pramuka.
Pembebasan lahan pembangunan flyover Pramuka tersebut menjadi masalah lantaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta diduga melakukan kesalahan pembayaran pada 2011.
“Sebagai wakil rakyat, saya memediasi ini supaya bisa mendengar duduk perkaranya dan mencari jalan terbaik penyelesaiannya,” ujar Prasetyo, Selasa, 30 Mei 2023.
Merespons hal itu, Michael Rolandi menyebutkan bahwa sudah ada putusan inkrah pada waktu DKI menitipkan uang konsinyasi kepada pengadilan.
Michael mengatakan, putusan pengadilan saat itu menyatakan Tatang sebagai pemilik lahan. Atas dasar putusan inkrah itu Pemprov DKI mengkonsinyasikan uang pembayarannya.
“Oleh pengadilan dicairkan kepada yang namanya si Tatang itu, ternyata di kemudian hari ahli waris yang sekarang dimenangkan kembali oleh pengadilan menuntut Tatang, tuntutan pidana. Jadi dipidanakan, dia terbukti melakukan pemalsuan (dokumen),” kata dia.
Kasus salah bayar pembebasan lahan itu terjadi ketika Pemprov DKI membangun flyover Pramuka pada 2002. Jalan layang itu bertujuan mengurangi kemacetan di persimpangan Jalan Pramuka dan Jalan Ahmad Yani di perbatasan Jakarta Pusat dan Jakarta Timur.
Proyek jalan layang tersebut dibarengi dengan pembangunan kupingan agar kendaraan dari Cawang bisa belok ke kiri atau ke Jalan Pramuka. Namun, pembangunan kupingan terhambat sekitar enam tahun karena terjadi sengketa antara dua pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan seluas 0,73 hektar di RT 12 RW 09 Kelurahan Utan Kayu Utara, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur.
Sengketa lahan antara dua pihak itu adalah warga Cijeruk, Bogor yang bernama Tatang dan warga Utan Kayu, Jakarta Timur yang bernama Keronih bersama kawan-kawannya. Tatang telah menerima pembayaran ganti rugi pembebasan lahan Rp 35 miliar dari Pemprov DKI pada 2011.
Sementara itu, Keronih dan kawan-kawannya menempuh jalur hukum dan melaporkan Tatang atas sangkaan menggunakan dokumen palsu.
Dokumen palsu digunakan Tatang untuk menerima pembayaran pembebasan lahan dari Pemprov DKI. Hasilnya, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menyatakan Tatang bersalah dan dijatuhi hukuman enam tahun penjara. Vonis diputuskan hakim pada pertengahan Desember 2013.
Pilihan Editor: Pembebasan Lahan Jalan Tambang Cigudeg-Rumpin di Bogor Sudah 80 Persen