TEMPO.CO, Jakarta - Jauh sebelum hadirnya MRT (Mass Rapid Transit/Moda Raya Terpadu), KRL (commuter line), LRT Jabodebek sampai bus Transjakarta, Jakarta yang dahulu bernama Batavia pernah memiliki moda transportasi yang ikonik yakni Trem. Moda ini menjadi denyut nadi transportasi kota era kolonial Belanda hingga pasca Proklamasi Kemerdekaan tersebut.
Sejarah Trem
Dalam buku berjudul Jakarta: Sejarah 400 Tahun yang ditulis Susan Blackburn, trem sudah muncul di Batavia sejak tahun 1896 mendahului kota-kota Eropa yang kala itu jumlahnya masih sedikit
Saat itu trem masih ditarik dengan kuda, meskipun akhirnya kuda-kuda yang didatangkan dari Sumba hingga Makasar ini banyak menimbulkan masalah.
Selain bau tidak sedap akibat kotoran kuda, cuaca yang panas di Batavia sempat mengorbankan 545 ekor kuda, sebagaimana yang ditulis oleh Adriansyah Yasin Sulaeman dalam tulisan yang berjudul Trem Batavia, Mutiara Transportasi Jakarta yang Terlupakan.
Selain trem kuda, pada tahun yang sama, Batavia memiliki berbagai macam transportasi yang dominan ditenagai oleh kuda seperti sado, bendi, delman, sampai palanquin.
Banyaknya transportasi ini disebabkan wilayah Batavia yang membentang hingga 10-12 km yang memudahkan orang-orang Batavia terutama Eropa untuk memangkas tenaga, waktu, dan jarak dengan tempat kerja dan tempat tinggal.
Dari tenaga kuda menjadi tenaga listrik
Trem yang bertenaga kuda tersebut kemudian berubah menjadi bertenaga listrik pada tahun 1899. Trem listrik ini kemudian menjadi transportasi publik yang digemari dengan ditandai terdapat 7 juta orang yang menggunakan moda transportasi publik tersebut pada tahun 1937 dengan 6 rute yang berbeda dan menjangkau hampir seluruh kota Batavia saat itu.
Pada masa penjajahan Jepang, trem yang semula bernama Trem Listrik BVM (Bataviasche Verkeers Maatschappij) berubah menjadi Seibu Rikuyo Batavia Shiden atau Jakarta Shiden.
Trem akhirnya berhenti beroprasi pada tahun 1962. Banyak spekulasi mengenai alasan ditutupnya trem menjadi moda transportasi di Jakarta.
Pertama, Presiden Sukarno tidak menginginkan peninggalan kolonial Belanda dirawat di Jakarta, termasuk trem. Kedua, adanya masalah infrastruktur yang tidak memungkinkan untuk diperbaiki karena terdapat biaya khusus untuk mengganti trem peninggalan Belanda yang telah dimakan usia.
Pilihan editor : Tarif Dasar LRT Jabodebek Diusulkan Rp 5-000, MTI: Sebaiknya Promo 6 Bulan Pertama