TEMPO.CO, Jakarta - Kualitas udara di Indonesia dalam beberapa pekan terakhir terus mendapatkan sorotan. Hal itu tak lepas dari masuknya DKI Jakarta sebagai kota besar dengan tingkat polusi tertinggi di dunia. Berdasarkan penilaian sejumlah lembaga, kualitas udara di sejumlah tempat di Indonesia bahkan lebih buruk dari di ibu kota.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) awalnya berkeras bahwa sumber terbesar polutan udara di DKI Jakarta bukan berasal dari dampak dari keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di sekitarnya, terutama PLTU Suralaya, Banten. Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK Sigit Reliantoro menyatakan polutan dari PLTU itu tidak terbawa udara ke DKI Jakarta, tetapi ke arah Selat Sunda.
"Kita juga melakukan studi untuk PLTU, juga untuk menjawab apakah PLTU masuk ke Jakarta atau tidak. Sudah terkonfirmasi, bahwa sebagian besar masuk ke Selat Sunda, tidak ke arah ke Jakarta," kata Sigit pada 13 Agustus lalu.
KLHK sebut transportasi jadi salah satu penyebab buruknya kualitas udara
Menurutnya, penyebab kualitas udara buruk di Jakarta lebih banyak karena faktor lokal. Salah satunya karena masifnya penggunaan transportasi pribadi seperti motor.
Dalam data yang dipaparkannya, penyumbang emisi terbanyak yakni 44 persen dari transportasi. Kemudian, Sektor industri energi 25,17 persen, manufaktur industri 10 persen, perumahan 14 persen dan komersial 1 persen.